Rabu, Mei 08, 2013

Apa Kata Mereka Tentang Fiam: Keluarga Hantu & Penghuni Baru?



Fiam, Keluarga Hantu dan Penghuni Baru
Kebahagiaan terbesar penulis ialah bila karya yang dihasilkan mampu menghibur para pembaca. Alhamdulillah, Fiam mendapat respon yang cukup baik dalam hal ini. Berikut beberapa kata-kata yang saya ambil dari inbox email dan komentar di FB.


"Sambil istirahat baca Fiam Tusino. Setengah jam selesai. How much you grow, Tusino. Keep up the good work!"

(Ary Nilandari, Penulis & Penerjemah)

***

"Dian baru aja bacain Fiam ke Billa, dia geli ngeliat hantu dan sekali2 meninggalkan dian yg lagi bacain tuh buku.
Gak mengira kalau Tusino bakalan keren balut cerita si hantu.
Awalnya, Dian masih bertanya2, cerita seperti apa yg bakal digusung Tusino.
Dan emang keren. Dian suka banget 2-3 paragraf di awal setiap bab. Kalau dibacakan ke anak2 (billa dlm hal ini) dia akan ikut mendengarkan. Kadang ikut menjawab pertanyaannya.
Seperti kalimat "adakah sebuah rumah yg terlihat kusam dan tdk terawat di kotamu?
Tau-tau si Billa bilang "nggak adaaaa!"
Ĥîĥî:$:$ĥîĥî
Selamat ya Tusino.
Saya sukaaaa sekali karakter Lifli... Ngakak saya baca kebawelannya."

(Dian Onasis, Penulis)

***

"Mas Tusino, bukunya bagus. Anak saya suka sekali, lucu katanya."

(Eri Mardiani, Karyawan Swasta)
***


Waaah! Seru! Lucu! Cerita hantu tapi lucu, ya Bu. Ada buku Kak Tus yang lain nggak bu?

(Tyo, Usia 12 Tahun)
 ***

Mas Tu Si Nooooo, makasih bukunya, ya? Asli, KEREN BANGET...!!! Ceritanya bagus, asyik dan mengalir lancar, ending juga oke. Pokoke, eksekusine maknyus dan gak "maksa" karena jumlah kata dibatasi. Buat temen2, yuk dibeli... Suer, gak bakal rugi + nyesel

(Bonita Irfanti, Penulis)
***

Fiam sudah bisa didapatkan di toko buku terdekat di kota Anda.
Bacaan ini ringan untuk anak-anak dengan ketebalan 64 halaman.
Harganya pun ringan untuk para orangtua, hanya Rp. 22.000,- saja.

Kamis, Mei 02, 2013

Cerita Hantu, Tidak Bolehkah Untuk Anak? (2)

Saya sempat down saat mendapatkan komplain tersebut. Cerita selengkapnya bisa dilihat di sini. 
Untunglah setelah saya berkonsultasi dengan seorang penulis dan praktisi penulisan bacaan anak, saya mendapatkan pencerahan.

Berikut jawaban beliau.
==================
Sekadar Prolog

Entah kapan terakhir aku menulis artikel untuk grup ini, mungkin waktu anggota masih 2000-an. Sekarang sudah 3000 lebih. Aku tidak lagi mengisi doc dan semakin jarang mengomentari Jumat Hangat, karena regenerasi dan estafet berjalan baik di sini. Dinamika kelompok terus terjaga karena ada semangat belajar dan rasa memiliki yang besar pada anggotanya. Semua anggota bebas menulis apa saja secara  santun dan bertanggung jawab, tugas moderator pun menjadi lebih ringan. Hehehe. Terbukti Tim Solid Moderator tetap bernama Tim13;  resminya sih tinggal ber-10, tapi secara ajaib selalu muncul tambahan tenaga yang lebih dari 3 di Forum ini, yang sangat efektif membantu kami dalam segala hal.
Siapakah mereka?
Salah satunya adalah Anda yang membaca catatan ini. Terima kasih.
Sekarang, aku menulis lagi karena tergelitik suatu perdebatan yang menarik, dan berharap ulasanku bermanfaat bagi kedua pihak.


I. FIKSI
1.              Semua juga tahu, bacaan fiksi adalah  kreasi hasil imajinasi penulis. Semua komponen fiksi: karakter, setting, plot, dialog, deskripsi, narasi, tidak pernah terjadi dalam kenyataan, meskipun memang ada yang berbasis kejadian nyata. Tetapi fiksi pada dasarnya adalah fiktif, khayalan, karangan, rekayasa.
2.                  Walaupun ada yang menganggap fiksi merupakan kebohongan dan tidak pantas dibaca, sebagian besar orang merasa fiksi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan manusia dari purbakala ke zaman modern tak lepas dari cerita-cerita, sehingga manusia membutuhkan banyak cerita untuk memahami diri dan lingkungannya. Dan kalau cerita harus selalu nyata, kasihan sekali manusia yang tak pernah mengetahui ending cerita nyata karena keterbatasan umur. Untuk itulah manusia dengan akal budinya berimajinasi menciptakan cerita dari awal sampai akhir. 
3.                  Dalam fiksi ada subgenre fantasi. Sebuah subgenre yang semakin menegaskan kemustahilan sebuah fiksi, karena di dalamnya ada unsur-unsur gaib, fantasi, seperti setting rekaan, makhluk ajaib, elemen supranatural, dll.
4.                  Bacaan fiksi memberikan stimulasi visual yang tidak sama dengan tontonan (film).Penulis dengan kata-kata menggambarkan sesuatu. Sesuatu ini niscaya akan divisualisasikan dalam benak secara berbeda-beda oleh pembaca yang berbeda karena setiap orang mempunyai pengalaman dan daya khayal berbeda. Sedangkan film adalah imajinasi kreator yang divisualisasikan secara mutlak dan kuat berkat teknologi, sehingga semua penonton menerima gambaran yang sama. Tidak ada ruang untuk imajinasi pribadi.      

II. PENULIS

1.                  Aku selalu percaya bahwa penulis bermoral tidak akan dengan sengaja menghasilkan karya amoral dengan maksud merusak moral pembaca.
2.                  Selalu ada pesan dari penulis dalam karyanya meskipun tidak berupa pesan moral eksplisit.
3.                  Bisa jadi penulis hanya ingin menghibur pembaca, karena beranggapan pembaca itu cerdas dan tidak lagi membutuhkan pendidikan darinya. Itu tugas orang lain.
4.                  Bisa jadi penulis sekadar ingin sharing pengalaman dan wawasan, jadi tidak berkepentingan dengan trend "mendidik" melalui bacaan.

III. ANAK

1.                  Bahkan sejak dini, anak menyukai cerita. Pada usia tertentu (kalau nggak salah, usia TK... cmiiw), anak sudah bisa membedakan antara kenyataan dan khayalan.
2.                  Anak yang terbiasa mendengarkan/dibacakan cerita akan mempunyai kecerdasan menginterpretasi cerita. Memilah dan memilih mana yang akan diolahnya dalam benak. Semacam dalam transaksi, dia hanya "membeli" yang dia suka. Itu sebabnya ada bacaan yang sangat disukai, dan ada bacaan yang langsung mematikan selera mereka.
3.                  Daya khayal anak terbentuk dari berbagai macam stimulasi. Tentunya stimulasi terbaik adalah dari bacaan karena memberikan ruang gerak tak terbatas bagi anak sesuai dengan kecepatan perkembangannya sendiri. Daya khayal anak akan berkembang sejalan dengan usia, pengalaman, dan  interaksinya dengan orangtua/guru/teman/alam/dll.
4.                  Anak yang diberi kebebasan memilih dan menemukan berbagai macam bacaan biasanya menjadi anak yang kritis dan mandiri.

IV. KEAYAHBUNDAAN (parenting)

1.                  Sebagai orangtua, kita tidak mungkin menjadikan dunia ini steril bagi anak-anak. Yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah memberi mereka kekebalan dan kesiapan menghadapi keberagaman di luar.
2.                  Batasnya sangat tipis antara kontrol protektif dan pengekangan yang menghambat perkembangan (overprotective).
3.                  Orangtua bahkan bisa memanfaatkan sesuatu yang negatif untuk bahan pembelajaran positif.
4.                  Orangtua sering underestimate kecerdasan (kekuatan) anak sendiri.

Argumentasi 4x4 di atas aku sarikan dari berbagai sumber bacaan dan pengalaman:

1.                  Selama 17 tahun menjadi ibu tiga putra (usia 8, 12, 17) yang sekarang sangat suka membaca, menulis, dan berpikiran kritis dan terbuka.
2.                  Selama 12 tahun menjadi penerjemah buku-buku parenting (keayahbundaan).
3.                  Sejak kecil banyak didongengi dan membaca beragam cerita. Dari komik-komik murahan, seri silat Kho Ping Ho, dll. sampai bacaan-bacaan kontemporer luar dan dalam negeri.
4.                  Selama lebih dari 13 tahun menulis bacaan anak.  

Hehehe, 4 terakhir ini sekadar menunjukkan, aku dibesarkan dan dituakan dengan buku, bukan tontonan. Situasi yang jelas berbeda dengan anak-anak zaman sekarang yang mendapatkan beragam visualisasi-sudah-jadi dan serba canggih. Ini juga merupakan pengakuanku bahwa tantangan orangtua zaman sekarang jauh lebih besar ketimbang ayah-ibu kita dulu.

Tetapi aku juga ingin menanyakan, apakah kita perlu membuang energi untuk selalu ketakutan berlebihan dan merasa harus "melawan" buku tertentu, penulis tertentu, penerbit tertentu atau sebuah trend bacaan yang dibentuk pasar, padahal yang menjadi "masalah" sebetulnya adalah hal lain?

Yaitu pengetahuan dan cara pandang kita terhadap fiksi, penulis, anak, dan bagaimana mendidik anak.

(Jawab saja sendiri ya)

Salam kreatif,
Ary Nilandari
The One and Only Fairy Godmother in the Tim13
==============

Ya, itulah Bunda Ary Nilandari. Ahamdulillah saya pernah merasakan bimbingan beliau yang luar biasa.
Hem, kalau bertanya bagaimana komentarku sekarang mengenai komplain orang tersebut, jawabanku silakan kembali ke diri anda sendiri.
Yang jelas saya menulis kisah ini dengan maksud dan tujuan yang baik. Semoga hasilnya pun baik pula. Aamiin.

Oh, ya. Fiam sudah bisa didapatkan di toko buku terdekat di kotamu. Cuma Rp. 22.ooo saja. Hehehe....


Cerita Hantu, Tidak Bolehkah Untuk Anak? (1)



Saya rasa tidak ada masalah dalam pengerjaan Fiam. Bahkan hantu kecil teman kita ini selesai hanya dalam waktu semalam. Hehehe...
Tapi ternyata ujian berat buat saya baru datang saat saya memperkenalkan Fiam di Forum Penulis Bacaan Anak. Ada seorang ”beliau” yang komplain habis-habisan terhadap karya saya ini. Berikut ini saya kutip isi postingan beliau.

”Himbauan kepada para penulis or penerbit. Saya gusar dengan tema-tema hantu yang belakangan ini semarak. Baik dalam bentuk buku cerita (novel anak-teen) , juga cerita-cerita di majalah (terkenal pula). Apakah karena sekarang ini trend atau tidak, saya pikir, kita sebagai orang dewasa, berposisi sebagai orangtua, pendidik, pencerita, penulis dongeng, TOLONGLAH JANGAN MENGAJARKAN ANAK-ANAK SOAL HANTU. KITA BERTUHAN, APALAGI YANG MUSLIM. HANTU ITU TIDAK ADA DI DALAM AGAMA, KALAU JIN DAN SYETAN YA ADA. Jangan karena ego semata, karena ingin laris manis, ingin buku perdana terbit, tapi yang ditulis tentang hantu. Anak-anak sudah jelas akan tertarik. Tapi kan ironis. Mereka dididik salat, mengaji, disuruh ke mesjid, pengajian dll, tapi kalau dimedia tulis tertulis banyak soal ini, artinya semua orang berkontributor menjadi PERUSAK MORAL ANAK-ANAK BANGSA! Please, dipikirkan kembali. Tarik semua naskah yang merusak moral.”

Ah, sungguh ini sangat menohok saya. Bahkan terasa sangat sakit di hari. Sampai-sampai saya menangis. Padahal saya ini bukanlah seorang yang cengeng.
Ini karya pertama saya, dan ini tentang hantu.



Fiam; Keluarga Hantu dan Penghuni Baru & Cerita Satu Malam




Fiam saya ciptakan hanya dalam waktu semalam.

Secepat itu?

Sebenarnya tidak. Konsep cerita ini sudah ada sebelumnya. Bahkan sudah saya eksekusi setengah cerita. Setelah mendapatkan beberapa bab, saya baca ulang, ternyata tidak ada greget sama sekali.

Maka saya putuskan merombak habis. Saya tulis ulang. Menghapus beberapa bab yang sudah ditulis memang berat. Tapi saya berpikir, kalau saya saja sebagai penulis tidak puas, bagaimana dengan pembaca nanti?

Fiam merupakan bagian dari Workshop First Novel Jakarta yang diadakan Tiga Ananda (Lini penerbitan buku anak Tiga Serangkai).
Alhamdulillah, saya menjadi salah satu dari lima penulis yang karyanya lolos dan diterbitkan. Huraaay!

Berikut judul-judul First Novel yang lolos:

1. Angan-angan Muti, Si Pintar Berkacamata Tebal (Navita Kristi Astuti)

2. Pasukan Paspor (Sofie Dewayani)

3. Menari Bersama Hiu (Sri Wahyuti)

4. Fiam; Keluarga Hantu dan Penghuni Baru (Tu Si No)

5. Princess Badung (Veronica Widyastuti)


Ini karya pertama saya. Semoga setelah ini lahir karya-karya berikutnya. Aamiin.