Selesai shalat kami kembali ke terminal,
dan supir tadi langsung menyuruh kami masuk mobil. Hmm, oke, oke. Kami menurut
saja soalnya petugas terminal juga menunjukkan hanya ada mobil itu untuk ke
atas. Akhirnya kami berenam, ditambah dua orang yang mau ke kawah putih
berangkat.
Tapi lagi-lagi kami kecewa. Si sopir
sempat berdebat bilang supaya kami ke kawah putih saja. “Arahnya berbeda, Jang.
Lebih baik ke kawah putih saja.”
Kami keukeuh tetap mau ke Situ Patengang. Rencana kami kan sudah tersusun untuk dua
hari nanti. Jadi harus ke Situ dulu, baru ke Kawah Putih esok harisnya setelah
kemping di Ranca Upas.
Si supir akhirnya mengantar kami ke Situ
Patengang. Tapi sebelum masuk gerbang si supir bilang tiket masuknya
15.000/orang ditambah ongkos 10.000/orang. Hmm, ada yang enggak beres nih. Dan
benar saja, tiket masuk ke Situ Patengang ternyata Cuma 6.000/orang. Hello...
kemana tuh yang 9.000? Hanya Tuhan yang tahu, deh.
Sebelum pergi si supir sempat menawarkan
homestay, tapi kami terang-terang menolak. Dipikir saja, untuk tiket masuk saja
sudah dikorupsi apalagi kalau homestay? Lagipula
kami mau kemping. Titik!
Di Situ Patengang kami makan siang
(sebenarnya sudah agak sore). Hmm, suhu dingin mulai terasa. Di situ ini ada perahu dan juga sepeda air
yang disewakan. Di tengah ada sebuah tempat (mirip pulau) katanya Batu Cinta. Mitosnya kalau muterin itu pakai perahu
bakalan kekal abadi cintanya. Hahaha, mungkin cuma trik si mamang aja.
Terus terang saya tidak berminat. Bukan
karena mitos itu, bukan karena uang juga. Alasannya kalau Adee-ku yang tidak
ikut itu baca tulisan ini pasti bakalan pecah perang dunia. ^_^
Setelah berfoto-foto, kita melanjutkan
perjalanan ke Ranca Upas. Kita jalan sebentar sembari menunggu angkot lewat. Sepanjang
jalan di kanan-kiri terbentang perkebunan teh yang masuk area Ranca Bali. Perkebunannya
keren dan cocok sekali untuk foto-foto. Tapi sayang, baru sebentar ada angkot
lewat. Jadi kami langsung naik saja, khawatir tidak ada angkot lagi karena
jarang sekali angkot sampai ke Situ Patengang ini.
Angkot yang kami naiki keren sekali. Kapasitas
mobil yang seharusnya diisi maksimal 12/13 penumpang, diisi sampai 17 orang.
Bisa dibayangkan bagaimana sempitnya kalau bagian samping sopir diisi empat
penumpang. Tapi syukurlah, kami sampai di Ranca Upas dengan selamat.
(bersambung ke bagian tiga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar