Untunglah setelah saya berkonsultasi dengan seorang penulis dan praktisi penulisan bacaan anak, saya mendapatkan pencerahan.
Berikut jawaban beliau.
==================
Sekadar Prolog
Entah kapan terakhir aku
menulis artikel untuk grup ini, mungkin waktu anggota masih 2000-an. Sekarang
sudah 3000 lebih. Aku tidak lagi mengisi doc dan semakin jarang mengomentari
Jumat Hangat, karena regenerasi dan estafet berjalan baik di sini. Dinamika
kelompok terus terjaga karena ada semangat belajar dan rasa memiliki yang besar
pada anggotanya. Semua anggota bebas menulis apa saja secara santun dan bertanggung jawab, tugas moderator
pun menjadi lebih ringan. Hehehe. Terbukti Tim Solid Moderator tetap bernama
Tim13; resminya sih tinggal ber-10, tapi
secara ajaib selalu muncul tambahan tenaga yang lebih dari 3 di Forum ini, yang
sangat efektif membantu kami dalam segala hal.
Siapakah mereka?
Salah satunya adalah Anda yang
membaca catatan ini. Terima kasih.
Sekarang, aku menulis lagi
karena tergelitik suatu perdebatan yang menarik, dan berharap ulasanku
bermanfaat bagi kedua pihak.
I. FIKSI
1. Semua juga tahu, bacaan fiksi adalah kreasi hasil imajinasi penulis. Semua
komponen fiksi: karakter, setting, plot, dialog, deskripsi, narasi, tidak
pernah terjadi dalam kenyataan, meskipun memang ada yang berbasis kejadian
nyata. Tetapi fiksi pada dasarnya adalah fiktif, khayalan, karangan, rekayasa.
2.
Walaupun ada yang menganggap fiksi merupakan kebohongan
dan tidak pantas dibaca, sebagian besar orang merasa fiksi menjadi bagian tak
terpisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan manusia dari purbakala ke
zaman modern tak lepas dari cerita-cerita, sehingga manusia membutuhkan banyak
cerita untuk memahami diri dan lingkungannya. Dan kalau cerita harus selalu
nyata, kasihan sekali manusia yang tak pernah mengetahui ending cerita nyata
karena keterbatasan umur. Untuk itulah manusia dengan akal budinya berimajinasi
menciptakan cerita dari awal sampai akhir.
3.
Dalam fiksi ada subgenre fantasi. Sebuah subgenre yang
semakin menegaskan kemustahilan sebuah fiksi, karena di dalamnya ada
unsur-unsur gaib, fantasi, seperti setting rekaan, makhluk ajaib, elemen
supranatural, dll.
4.
Bacaan fiksi memberikan stimulasi visual yang tidak sama
dengan tontonan (film).Penulis dengan kata-kata menggambarkan sesuatu. Sesuatu
ini niscaya akan divisualisasikan dalam benak secara berbeda-beda oleh pembaca
yang berbeda karena setiap orang mempunyai pengalaman dan daya khayal berbeda. Sedangkan
film adalah imajinasi kreator yang divisualisasikan secara mutlak dan kuat
berkat teknologi, sehingga semua penonton menerima gambaran yang sama. Tidak
ada ruang untuk imajinasi pribadi.
II. PENULIS
1.
Aku selalu percaya bahwa penulis bermoral tidak akan
dengan sengaja menghasilkan karya amoral dengan maksud merusak moral pembaca.
2.
Selalu ada pesan dari penulis dalam karyanya meskipun
tidak berupa pesan moral eksplisit.
3.
Bisa jadi penulis hanya ingin menghibur pembaca, karena
beranggapan pembaca itu cerdas dan tidak lagi membutuhkan pendidikan darinya. Itu
tugas orang lain.
4.
Bisa jadi penulis sekadar ingin sharing pengalaman dan
wawasan, jadi tidak berkepentingan dengan trend "mendidik" melalui
bacaan.
III. ANAK
1.
Bahkan sejak dini, anak menyukai cerita. Pada usia
tertentu (kalau nggak salah, usia TK... cmiiw), anak sudah bisa membedakan
antara kenyataan dan khayalan.
2.
Anak yang terbiasa mendengarkan/dibacakan cerita akan
mempunyai kecerdasan menginterpretasi cerita. Memilah dan memilih mana yang
akan diolahnya dalam benak. Semacam dalam transaksi, dia hanya
"membeli" yang dia suka. Itu sebabnya ada bacaan yang sangat disukai,
dan ada bacaan yang langsung mematikan selera mereka.
3.
Daya khayal anak terbentuk dari berbagai macam stimulasi.
Tentunya stimulasi terbaik adalah dari bacaan karena memberikan ruang gerak tak
terbatas bagi anak sesuai dengan kecepatan perkembangannya sendiri. Daya khayal
anak akan berkembang sejalan dengan usia, pengalaman, dan interaksinya dengan
orangtua/guru/teman/alam/dll.
4.
Anak yang diberi kebebasan memilih dan menemukan berbagai
macam bacaan biasanya menjadi anak yang kritis dan mandiri.
IV. KEAYAHBUNDAAN (parenting)
1.
Sebagai orangtua, kita tidak mungkin menjadikan dunia ini
steril bagi anak-anak. Yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah memberi
mereka kekebalan dan kesiapan menghadapi keberagaman di luar.
2.
Batasnya sangat tipis antara kontrol protektif dan
pengekangan yang menghambat perkembangan (overprotective).
3.
Orangtua bahkan bisa memanfaatkan sesuatu yang negatif
untuk bahan pembelajaran positif.
4.
Orangtua sering underestimate kecerdasan (kekuatan) anak
sendiri.
Argumentasi 4x4 di atas aku
sarikan dari berbagai sumber bacaan dan pengalaman:
1.
Selama 17 tahun menjadi ibu tiga putra (usia 8, 12, 17)
yang sekarang sangat suka membaca, menulis, dan berpikiran kritis dan terbuka.
2.
Selama 12 tahun menjadi penerjemah buku-buku parenting
(keayahbundaan).
3.
Sejak kecil banyak didongengi dan membaca beragam cerita.
Dari komik-komik murahan, seri silat Kho Ping Ho, dll. sampai bacaan-bacaan
kontemporer luar dan dalam negeri.
4.
Selama lebih dari 13 tahun menulis bacaan anak.
Hehehe, 4 terakhir ini sekadar
menunjukkan, aku dibesarkan dan dituakan dengan buku, bukan tontonan. Situasi
yang jelas berbeda dengan anak-anak zaman sekarang yang mendapatkan beragam
visualisasi-sudah-jadi dan serba canggih. Ini juga merupakan pengakuanku bahwa
tantangan orangtua zaman sekarang jauh lebih besar ketimbang ayah-ibu kita
dulu.
Tetapi aku juga ingin
menanyakan, apakah kita perlu membuang energi untuk selalu ketakutan berlebihan
dan merasa harus "melawan" buku tertentu, penulis tertentu, penerbit
tertentu atau sebuah trend bacaan yang dibentuk pasar, padahal yang menjadi
"masalah" sebetulnya adalah hal lain?
Yaitu pengetahuan dan cara
pandang kita terhadap fiksi, penulis, anak, dan bagaimana mendidik anak.
(Jawab saja sendiri ya)
Salam kreatif,
Ary Nilandari
The One and Only Fairy Godmother in the Tim13
==============
Ya, itulah Bunda Ary
Nilandari. Ahamdulillah saya pernah merasakan bimbingan beliau yang luar biasa.
Hem, kalau bertanya bagaimana
komentarku sekarang mengenai komplain orang tersebut, jawabanku silakan kembali
ke diri anda sendiri.
Yang jelas saya menulis kisah
ini dengan maksud dan tujuan yang baik. Semoga
hasilnya pun baik pula. Aamiin.
Oh, ya. Fiam sudah bisa didapatkan di toko buku
terdekat di kotamu. Cuma Rp. 22.ooo saja. Hehehe....
0 komentar:
Posting Komentar