BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN
ANAK DALAM ISLAM
A. DASAR-DASAR PENDIDIKAN ANAK
|
almaalu
waalbanuuna ziinatu alhayaati alddunyaa
waalbaaqiyaatu alshshaalihaatu
khayrun 'inda rabbika tsawaaban wakhayrun amalaan
|
[18:46] Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
|
Anak
adalah karunia dari Allah SWT yang dititipkan kepada setiap orang tua. Maka
sudah menjadi kewajiban setiap orang tua untuk mendidik anak dengan
sebaik-baiknya sebagaimana disebutkan dalam QS At Tahrim ayat 6:
yaa
ayyuhaa alladziina aamanuu quu anfusakum
wa-ahliikum naaran waquuduhaa alnnaasu waalhijaaratu
'alayhaa malaa-ikatun ghilaatsun syidaadun laa
ya'shuuna allaaha maa amarahum wayaf'aluuna maa
yu/maruuna
[66:6] Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.
Di tangan orangtualah
anak-anak tumbuh dan menemukan jalan-jalannya. Dengan pendidikan yang baik,
diharapkan anak memiliki budi pekerti serta akhlak yang baik pula.
Dalam bahasa arab, kata "pendidikan" biasa
disebut "tarbiyah" yang artinya mengembangkan, menumbuhkan,
menyuburkan. Kata ini berakar satu dengan kata "Rabb" yang berarti
Tuhan. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan adalah sebuah nilai-nilai luhur
yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Mendidik atau
"rabba" bukan berarti "mengganti" (tabdiil) dan bukan pula
berarti "merubah" (taghyiir), melainkan menumbuhkan, mengembangkan
dan menyuburkan, atau lebih tepat "mengkondisikan" sifat-sifat dasar
(fithrah) seorang anak yang ada sejak awal penciptaannya agar dapat tumbuh
subur dan berkembang dengan baik. Jika tidak, maka fithrah
yang ada dalam diri seseorang akan terkontaminasi oleh "hal-hal
negatif" kehidupan itu sendiri. Dalam hadist biasa disebutkan "ijtaalathu
as Syaithaan" (digelincirkan oleh setan).
"Apabila
manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah
jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo'akannya." (HR.
Muslim, dari Abu Hurairah)
Hadist di atas juga menguatkan kewajiban kita dalam
mendidik anak dengan sebaik-baiknya, karena mendidik anak adalah ibadah. Dan
nilai ibadahnya merupakan nilai ibadah yang berkelanjutan dengan pahala yang
tiada putusnya.
B. PERANAN
KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ANAK
Keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak
yang pertama di mana dia
mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan
paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam
kehidupanya (usia pra-sekolah)
Keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan
masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan
tempat pembinaan pertama untuk
mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.
Sebelum
ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui
keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua
orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan
amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami
yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan
condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan
kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di
dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan
kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat
dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia
memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya
dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula
menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari
hal tersebut bila dewasa.”
C.
TAHAP-TAHAP
PENDIDIKAN ANAK
1. Usia
Dalam Kandungan
Setiap muslim akan merasa kagum dengan
kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan kebajikan. Islam
memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam
kandungan ibunya. Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada
bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya.
Sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya
Allah membebaskan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan)
puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil” (Hadits
riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa’i. Kata Al Albani dalam Takhrij al
Misykat: “Isnad hadits inijayyid’ )
Sang ibu hendaklah berdo’a untuk bayinya
dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat
bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do’a yang
dikabulkan adalah do’a orangtua untuk anaknya.
2. Memperhatikan
Anak Setelah Lahir
Setelah
kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitamya
melakukan hal-hal berikut :
a. Menyampaikan
kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.
Begitu
melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak famili,
sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman Allah 'Azza
Wa Jalla tentang kisah Nabi Ibrahim 'Alaihissalam bersama malaikat:
"Dan
isterinya berdiri (di balik tirai lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya
berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari lshaq (akan lahir puteranya)
Ya 'qub. " (Surah Hud : 71).
Dan
firman Allah tentang kisah Nabi Zakariya 'Alaihissalam:
"Kemudian
malaikat Jibril memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat
di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah mengembirakan kamu dengan kelahiran
(seorang puteramu ) Yahya " (Ali Imran: 39).
Adapun
tahni'ah (ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul dalam hal ini, kecuali
apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu 'Anha:
"Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi,
maka beliau mendo'akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya
(dengan korma atau madu )" ( Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud).
Abu
Bakar bin Al Mundzir menuturkan: Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri, bahwa
seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru saja
mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata: Penunggang kuda menyampaikan
selamat kepadamu. Hasan pun berkata: Dari mana kau tahu apakah dia penunggang
kuda atau himar? Maka orang itu bertanya: Lain apa yang mesti kita ucapkan.
Katanya: Ucapkanlah: "Semoga berkah bagimu dalam anak, yang diberikan
kepadamu, Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dikaruniai kebaikannya, dan
dia mencapai kedewasaannya" ( Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil
Maulud.)
b. Menyerukan adzan di telinga bayi.
Abu
Rafi' Radhiyallahu 'Anhu menuturkan:
"Aku
melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan
Fatimah" ( Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi.
Hikmahnya,
Wallahu A'lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat
syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai
perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan
syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu
dan mencelakakannya. Ini sesuai dengan pemyataan hadits:
"
Jika diserukan adzan untuk shalat, syaitan lari terbirit-birit dengan
mengeluarkan
kentut
sampai tidak mendengar seruan adzan" (Ibid)
c. Tahnik
(Mengolesi langit-langit mulut).
Termasuk
sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah
tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya
dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi.
Caranya,dengan
menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam
mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata.
Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau
gula). Abu Musa menuturkan:
"Ketika
aku dikaruniai seorang anak laki-laki, aku datang kepada Nabi, maka beliau menamainya
Ibrahim, mentahniknya dengan korma dan mendo'akan keberkahan baginya, kemudian
menyerahkan kepadaku".
Tahnik
mempunyai pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Dr. Faruq
Masahil dalam tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50, menyebutkan:
"Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu'jizat Nabi dalam bidang
kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan
hikmah di baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil (terutama
yang baru lahir dan menyusu) terancam kematian, kalau terjadi salah satu dari
dua hal:
a. Jika
kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan).
b. Jika
suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya."'
d. Memberi nama.
Termasuk
hak seorang anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan
dari Wahb Al Khats'ami bahwa Rasulullah bersabda:
"
Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta'ala yaitu Abdullah
dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama
yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah" ( HR.Abu Daud An Nasa'i)
Pemberian
nama merupakan hak bapak.Tetapi boleh baginya menyerahkan hal itu kepada ibu.
Boleh juga diserahkan kepada kakek, nenek,atau selain mereka.
Rasulullah
merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim dalam
Tuhfaful Wadttd bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam
tatkala melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah beliau
bersabda: "Semoga mudah urusanmu"
Dalam
suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain beliau bertanya tentang
namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun berbelok arah
dan tidak melaluinya.( Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud, hal. 41.)
Termasuk
tuntunan Nabi mengganti nama yang jelek dengan nama yang baik. Beliau pernah
mengganti nama seseorang 'Ashiyah dengan Jamilah, Ashram dengan Zur'ah.
Disebutkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan :"Nabi mengganti nama 'Ashi, 'Aziz,
Ghaflah, Syaithan, Al Hakam dan Ghurab. Beliau mengganti nama Syihab dengan
Hisyam, Harb dengan Aslam, Al Mudhtaji' dengan Al Munba'its, Tanah Qafrah
(Tandus) dengan Khudrah (Hijau), Kampung Dhalalah (Kesesatan) dengan Kampung
Hidayah (Petunjuk), dan Banu Zanyah (Anak keturunan haram) dengan Banu Rasydah
(Anak keturunan balk)." (Ibid)
e. Aqiqah.
Yaitu
kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya:
Rasulullah
bersabda:
"Setiap
anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan
darinya" (HR. Al Bukhari.)
Dari
Aisyah Radhiyallahu 'Anha,bahwaRasulullah bersabda:
"Untuk
anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan
seekor kambing" (HR. Ahmad dan Turmudzi).
Aqiqah
merupakah sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat dari para
ulama. Adapun waktu penyembelihannya yaitu hari ketujuh dari kelahiran. Namun,
jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh boleh dilaksanakan kapan saja,
Wallahu A'lam.
Ketentuan
kambing yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk kurban. Dari
jenis domba berumur tidak kurang dari 6 bulan, sedang dari jenis kambing kacang
berumur tidak kurang dari 1 tahun, dan harus bebas dari cacat.
f.
Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak
seberat timbangannya.
Hal ini
mempunyai banyak faedah, antara lain: mencukur rambut bayi dapat memperkuat
kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran
dan penciuman. (Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, juz 1.)
Bersedekah
perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas.
Diriwayatkan
dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya:
"Fatimah
Radhiyalllahu 'anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum;
lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya (HR. Imam Malik
dalam Al Muwaththa')
g. Khitan.
Yaitu
memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau
bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah bersabda:
"Fitrah
itu lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku,
mencabut bulu ketiak" (HR. Al-bukhari, Muslim)
Khitan
wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) bagi kaum wanita.WallahuA'lam.
Inilah
beberapa etika terpenting yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh
orangtua atau pada saat-saat pertama dari kelahiran anak.
Namun,
di sana ada beberapa kesalahan yang terjadi pada saat menunggu kedatangannya
Secara
singkat, antara lain:
a.
Membacakan ayat tertentu dari Al Qur'an untuk
wanita yang akan melahirkan; atau menulisnya lalu dikalungkan pada wanita, atau
menulisnya lalu dihapus dengan air dan diminumkan kepada wanita itu atau
dibasuhkan pada perut dan farji (kemaluan)nya agar dimudahkan dalam melahirkan.
ltu semua adalah batil, tidak ada dasamya yang shahih dari Rasulullah, Akan
tetapi bagi wanita yang sedang menahan rasa sakit karena melahirkan wajib
berserah diri kepada Allah agar diringankan dari rasa sakit dan dibebaskan dari
kesulitannya Dan ini tidak bertentangan dengan ruqyah yang disyariatkan.
b.
Menyambut gembira dan merasa senang dengan
kelahiran anak laki-laki, bukan anak perempuan.
Hal
ini termasuk adat Jahiliyah yang dimusuhi Islam. Firman Allah yang berkenaan dengan
mereka:
"Apabila
seseorang dari merea diberi kabar dengan (kelahiran) anak, perempuan, hitamlah
(merah padamlah) matanya, dan dia sangat marah; ia menyembunyikan dirinya dari
orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan padanya.
Apakah
dia akan memeliharannya dengan menanggumg kehinaan ataukah akan menguburkannya
ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang telah
mereka lakukan itu"(Surah An Nahl : 58-59).
Mungkin
ada sebagian orang bodoh yang bersikap berlebihan dalam hal ini dan memarahi
isterinya karena tidak melahirkan kecuali anak perempuan. Mungkin pula menceraikan
isterinya karena hal itu, padahal kalau dia menggunakan akalnya, semuanya
berada di tangan Allah 'Azza wa lalla. Dialah yang memberi dan menolak.
Firman-Nya:
Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki
dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia
menganugerahkan kepada siapa yang dia kehendaki-Nya, dan dia menjadikan Mandul
siapa yang Dia kehendaki…" (Surah Asy Syura : 49-50).
Semoga Allah memberikan petunju kepada seluruh kaum
Muslimin.
c.
Menamai anak dengan nama yang tidak
pantas.Misalnya, nama yang bermakna jelek, atau nama orang-orang yang
menyimpang seperti penyanyi atau tokoh kafir. Padahal menamai anak dengan nama
yang baik merupakan hak anak yang wajib atas walinya. Termasuk kesalahan yang
berkaitan dengan pemberian nama, yaitu ditangguhkan sampai setelah seminggu.
d.
Tidak menyembelih aqiqah untuk anak padahal
mampu melakukannya. Aqiqah merupakan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam,
dan mengikuti tuntunan beliau adalah sumber segala kebaikan.
e.
Tidak menetapi jumlah bilangan yang ditentukan
untuk aqiqah. Ada yang mengundang untuk acara aqiqah semua kenalannya dengan
menyembelih 20 ekor kambing, ini merupakan tindakan berlebihan yang tidak
disyariatkan. Ada pula yang kurang dari jumlah bilangan yang ditentukan, dengan
menyembelih hanya seekor kambing untuk anak iaki-laki, inipun menyalahi yang
disyariatkan. Maka hendaklah kita menetapi sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi
wasalam tanpa menambah ataupun mengurangi.
f.
Menunda khitan setelah akil baligh.Tradisi ini
dulu terjadi pada beberapa suku, seorang anak dikhitan sebelum kawin dengan
cara yang biadab di hadapan orang banyak.
Itulah
sebagian kesalahan, dan masih banyak lainnya. Semoga cukup bagi kita dengan menyebutkan
etika dan tata cara yang dituntunkan ketika menerima kelahiran anak. Karena apapun
yang bertentangan dengan hal-hal tersebut, termasuk kesalahan yang tidak disyariatkan.
(Disarikan dari kitab Adab Istiqbal al Maulud fil Islam, oleh ustadz Yusuf Abdullah
al Arifi)
3. Usia
Enam Tahun Pertama
Periode pertama dalam kehidupan
anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling
penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan
pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan
tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi
dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.)
Karena itu, para pendidik perlu
memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini. Aspek-aspek
yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua secara ringkas ialah sebagai
berikut:
a.
Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari
pihak kedua orangtua, terutama ibu.
Ini perlu
sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan
cintakasih ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci
orang disekitamya. “Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada
suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan
alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh
eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang
dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar
dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak.” (Muhammad Quthub,Manhaiut
Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2.)
Maka sang ibu
hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan
karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.
b.
Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal
kehidupannya.
Kami kira, ini
bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk
menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang
mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan
terbiasa dan terlatih dengan hal ini.
Kedisiplinan
akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk
mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.
c.
Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari
permulaan kehidupannya.
Yaitu dengan
menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya
dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak
mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan
yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi
anak. “Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah
besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya
sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia
tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di
sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap
dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak.
Akan tetapi
hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara
tidak sadar, atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar,
atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya.”
(Ibid.)
d.
Anak dibiasakan dengan etika umum yang mesti dilakukan dalam
pergaulannya.
Antara lain:
1)
Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum
dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan
dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.
2)
Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam
berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan
ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
3)
Dilarang tidur tertelungkup dandibiasakan ·tidur
dengan miring ke kanan.
4)
Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana
yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu
membukanya.
5)
Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.
6)
Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan
dijauhkan dari sikap rakus.
7)
Dilarang bermain dengan hidungnya.
8)
Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak
makan.
9)
Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat
dan tidak memulai makan sebelum orang lain.
10)
Tidak memandang dengan tajam kepada makanan
maupun kepada orang yang makan.
11)
Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan
supaya mengunyah makanan dengan baik.
12)
Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak
mengingini yang tidak ada.
13)
Dibiasakan kebersihan mulut denganmenggunakan
siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.
14)
Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam
makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati
saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga
jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan.
15)
Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan
mengulanginya berkali-kali setiap hari.
16)
Dibiasakan membaca “AZhamdulillah” jika bersin,
dan mengatakan
17)
Yarhamukallah” kepada orang yang bersin jika
membaca “Alhamdulillah”.
18)
Supaya menahan mulut dan menutupnya jika
menguap, dan jangan sampai bersuara.
19)
Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu
kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
20)
Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya,
tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak).
21)
Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua
atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari
keduanya untuk menghormati mereka.
22)
Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di
tengah jalan.
23)
Tidak membuang sampah dijalanan, bahkan
menjauhkan kotoran darinya.
24)
Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang
dijumpainya dengan mengatakan “Assalamu ‘Alaikum” serta membalas salam orang
yang mengucapkannya.
25)
Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan
dengan bahasa yang baik.
26)
Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa
saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan.
27)
Bila membantah diperingatkan supaya kembali
kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa
untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah
dan membandel.
28)
Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima
kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga
sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak
jalan-jalan.
29)
Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti
bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan
bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk
pembentukan jasmani dan akal anak.
30)
Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat
permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat
terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat
permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.
31)
Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan
tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau
makanan saudaranya sendiri.
2. Usia
Setelah Enam Tahun
Ø
Kenalkan
Allah dengan cara yang sederhana sesuai dengan tingkat pemikirannya
Diajarkan kepadanya:
·
Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
·
Bahwa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta
langit, bumi, manusia, hewan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik
dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika
bejalan-jalan di taman atau padang, tentang siapakah Pencipta air,
sungai,bumi,pepohonan dan lain-lainnya, untuk menggugah perhatiannya kepada
keagungan Allah.
·
Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya
nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya,
anak ditanya: Siapakah yang memberimu pendengaran, penglihatan dan akal?
Siapakah yang memberimu kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang
memberi rizki dan makanan untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan
kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada
Allah atas nikmat yang banyak ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam
banyak ayat Allah menggugah minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala
nikmat yang dikaruniakan-Nya, seperti firman-Nya:
"Tidakkah kamu perhatian
sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan
apa yang di bumi dan menyempumakan untukmu nikmatnya lahir dan
batin..."(Surah Luqman : 20).
"Hai manusia, ingatlah
akan nikmat Allah kepadamu Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan
rizki kepadamu dari langit dan bumi...."(Surah Fathir :3).
Dan dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu
malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu
mencari sebahagian dai karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur
kepadan-Nya." (Surah Al Qashash : 73).
Ø
Jelaskan
tentang hukum yang jelas dan tentang halal-haram MISALNYA tentang kewajiban
menutup aurat, berwudhu, shalat, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan
Ø
Ajarkan
dan biasakan membaca Al Qur'an dengan benar
Al
Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat
baik jika anak dibiasakan membaca Al Qu~an dengan benar, dan diupayakan
semaksimalnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya dengan
diberi dorongan melalui berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua bendaklah
berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an;
kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh. Diriwayatkan
Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Barang siapa membaca Al-quran dan
mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada
keda orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya
matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang
mengamalkan hal ini".
Para
salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur'an bagi
anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita
tentang imam AnNawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika
masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mau bermain dengannya dan
iapun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka
tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapaknya menugasinya
menjaga toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan menyibukkan diri dengan Al
Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahwa anak ini
diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta
bermanfaat bagi umat manusia. Ia pun berkata kepadaku: Tukang ramalkah
Anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara tentang hal
ini. Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya, sehingga memperhatikan
beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur'an ketika menginjak
dewasa."
Ø Ajarkan
tentang hak-hak orang tua
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat,
taat dan berbuat baik kepada kedua orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa
demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua
disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak
membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini.
Ø
Kenalkan
tokoh-tokoh teladan seperti Rosululloh serta Para Sahabat
Tokoh teladan kita yang utama
yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia
Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah
dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka,
diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka dan
mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran,
kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
Kisah atau kejadian yang
diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak
membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang
baik saja sehingga mudah diterima oleh anak. Misalnya, diceritakan kepada anak
kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut kepada beliau agar membayar
uang pinjamannya, sebagai contoh akhlak baik beliau:
Diriwayatkan bahwa ada seorang
Yahudi yang meminjamkan uang kepada Rasulullah lalu hendak menagih hutangnya
sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah jalan kota Madinah
seraya berkata: "Sungguh, kalian anak keturunan Abdul Muthalib adalah orang-orang
yang suka menangguhkan /bayarhutang)"
Umar pun melihat kejadian itu
dan amat marah, lalu berkata: "Izinkanlah aku wahai Rasulullah, biar
kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku dan kawanku sangat
tidak menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia berperkara dengan baik dan
suruhlah aku menyelesaikan dengan baik."
Kemudian beliau berpaling
kepada orangYahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu akan dibayarkan
besok.""
Contoh kisah tentang keberanian
dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz bin Amr katanya:
Pada waktu Perang Badar
kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku. Begitu ada kesempatan, aku serang dia
dan kupukul sehingga terpotong separuh betis kakinya. Sementara, anaknya Ikrimah
bin Abu Jahal memukulku pada lengan hingga terputus tanganku tetapi masih menempel
dengan kulit pada sisiku. Namun peperangan membuatku tak perduli dengannya, karena
aku ketika ifu berperang sepanjang hari sambil menyeret tanganku dibelakang. Setelah
terasa sakit karenanya, kuletakkan kakiku di.atasnya ialu kutarik hingga
terputus."
Sejarah umat Islam penuh dengan
tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang menunjukkan keutamaan dan makna
yang indah.
Ø Ajarkan
tentang norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
Seperti etika berbicara dan
bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul dengan kedua
orangtua, sanak famili yang tua, kolega orangtua, guru-gurunya, kawankawannya dan
teman sepermainannya.
Diajarkan pula mengatur kamamya
sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat bermain, bagaimana bermain
tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku di masjid dan
disekolahan.
Pegajaran berbagai hal di atas
dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah , lalu
peri kehidupan para salaf yang shaleh, kemudian karya tulis para pakar dalam
bidang pendidikan dan tata pergaulan.
Ø
Kembangkan
rasa percaya diri & tanggung jawab dalam diri anak
d. Masa
Remaja
-
Perlakukan
anak sebagai orang dewasa
-
Ajarkan
kepada anak hukum-hukum akil baligh dan ceritakan kepadanya kisah-kisah yang
dapat mengembangkan dalam dirinya sikap takwa dan menjauhkan diri dari hal yang
haram.
-
Berikan
dorongan untuk ikut serta melaksanakan tugas-tugas rumah tangga, seperti
melakukan pekerjaan yang membuatnya merasa bahwa dia sudah besar.
-
Mengawasi dan menyibukkan waktunya dengan kegiatan yang
bermanfaat
-
Carikan
teman yang baik.
D.
KESALAHAN
DALAM PENGASUHAN ANAK
-
Ucapan
pendidik tidak sesuai dengan perbuatan ( "Hai orang-orang yang beriman
mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di
sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan." (Ash Shaff
: 2-3).)
-
Kedua
orangtua tidak sepakat atas cara tertentu dalam pendidikan anak.
-
Membiarkan
anak jadi korban televisi
-
Menyerahkan
tanggung jawab pendidikan anak kepada pembantu atau pengasuh
-
Pendidik
menampakkan kelemahannya dalam mendidik anak.
-
Berlebihan
dalam memberi hukuman dan balasan
-
Berusaha
mengekang anak secara berlebihan
-
Mendidik
anak tidak percaya diri dan merendahkan pribadinya.
E. HAK
ANAK DALAM ISLAM
1.
Hak untuk hidup
Firman
Allah dalam QS Al-Isra’ ayat 31:
Artinya: " Dan janganlah kamu
membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan
rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah
suatu dosa yang besar.“
Demikian
juga untuk menjaga keselamatan janin, Islam telah mensyari’atkan agar
pelaksanaan hukuman (had) terhadap wanita hamil ditangguhkan sampai ia
melahirkan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
"Apabila
ada seorang di antara wanita membunuh secara sengaja, ia tidak boleh dijatuhi
hukuman mati sampai ia melahirkan anaknya, jika ia memang sedang hamil. Dan
bilamana seorang wanita berzina, ia tidak boleh dirajam sampai ia melahirkan
anaknya jika ia sedang hamil dan sampai ia selesai merawatnya." (HR Ibnu
Majah).
Demi
keselamatan janin Islam juga telah memberi keringanan bagi wanita hamil dalam
menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Ia diperkenankan berbuka apabila ia
tidak mampu atau apabila puasanya mengganggu pertumbuhan janin. Ia dapat
mengganti puasanya di hari lain
2.
Hak mendapatkan nama yang baik
Abul
Hasan meriwayatkan bahwa suatu hari seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad
saw: "Ya Rasulullah, apakah hak anakkku dariku?" Nabi
menjawab:"Engkau baguskan nama dan pendidikannya, kemudian engkau
tempatkan ia di tampat yang baik."
Sabda
Rasulullah saw yang lain: "Baguskanlah namamu, karena dengan nama itu
kamu akan dipanggil pada hari kiamat nanti." (HR Abu Dawud dan Ibnu
Hibban)
Nama
anak adalah penting, karena nama dapat menunjukkan identitas keluarga, bangsa,
bahkan aqidah. Ngatinem sudah pasti orang Jawa, Simorangkir jelas dari keluarga
Batak, Cecep tentu dari keluarga Sunda dan Alhabsyi menunjukkan keluarga Arab.
Islam
menganjurkan agar orangtua memberikan nama anak yang menunjukkan identitas
Islam, suatu identitas yang melintasi batas-batas rasial, geografis, etnis, dan
kekerabatan.
Selain
itu nama juga akan berpengaruh pada konsep diri seseorang.
3.
Hak penyusuan
dan pengasuhan (hadlonah)
"Para
ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin
menyempurnakan
penyusuan. (QS Al Baqoroh 233)
Penelitian
medis dan psikologis menyatakan bahwa masa dua tahun pertama sangat penting
bagi pertumbuhan anak agar tumbuh sehat secara fisik dan psikis.
Selama masa penyusuan anak mendapatkan dua hal
yang sangat berarti bagi pertumbuhan fisik dan nalurinya.
-
Yang pertama: anak
mendapatkan makanan berkualitas prima yang tiada bandingannya. ASI mengandung
semua zat gizi yang diperlukan anak untuk pertumbuhannya, sekaligus mengandung
antibodi yang membuat anak tahan terhadap serangan penyakit.
-
Yang kedua : anak
mendapatkan dekapan kehangatan, kasih sayang dan ketentraman yang kelak akan
mempengaruhi suasana kejiwaannya di masa mendatang. Perasaan mesra, hangat, dan
penuh cinta kasih yang dialami anak ketika menyusu pada ibunya akan menumbuhkan
rasa kasih sayang yang tinggi kepada ibunya.\
Islam
pun telah menetapkkan bahwa orang yang lebih berhak terhadap pengasuhan ini
adalah orang yang paling dekat kekerabatannya dan paling terampil (ahli) dalam
pengasuhan.
Hadist
yang diriwayatkan dari Amr bin Syu’aib dari kakeknya bahwa Rasulullah saw
pernah ditemui seorang wanita, ia berkata:"Wahai Rasulullah,
sesungguhnya anakku dulu dikandung dalam perutku, susuku sebagai pemberinya
minum dan pangkuanku menjadi buaiannya. Sementara ayahnya telah menceraikanku,
tetapi ia hendak mengambilnya dariku."Kemudian Rasulullah bersabda:"Engkau
lebih berhak kepadanya selama engkau belum menikah"
Islam
menetapkan bahwa pihak wanita (ibu) lebih utama dalam pengasuhan. Urutan
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pengasuhan adalah:
i.
Ibu, nenek dari
pihak ibu dan seterusnya jalur ke atas (jika masih hidup). Dalam hal ini
didahulukan yang paling dekat hubungannya dengan anak.
- Ayah,
nenek dari ayah dan seterusnya jalur ke atas (jika masih hidup), kakek,
ibunya kakek dan seterusnya jalur ke atas, kakeknya ayah dan para ibunya.
- Saudara perempuan, diutamakan yang seibu seayah,
baru seayah, kemudian anak-anak mereka.
- Saudara laki-laki, diutamakan yang seibu seayah,
baru seayah, kemudian anak-anak mereka.
- Saudara perempuan ibu (kholah)
- Saudara perempuan ayah (‘ammah)
- Saudara laki-laki ayah (paman) yang seibu seayah,
dan seayah saja.
- Saudara perempuan nenek dari ibu
- Saudara perempuan nenek dari ayah
- Saudara perempuan kakek dari ayah
Apabila
semua pihak dari kalangan ini tidak mampu, maka negara berkewajiban untuk
memberikan pengasuhan anak ini ke pihak lainnya yang mampu dan dapat di
percaya.
4.
Hak mendapatkan kasih sayang
Rasulullah
saw mengajarkan kepada kita untuk menyangi keluarga, termasuk anak di dalamnya.
Ini berarti Beliau saw mengajarkan kepada kita untuk memenuhi hak anak terhadap
kasih sayang. Sabda Rasulullah saw:"Orang yang paling baik di antara
kamu adalah yang paling penyayang kepada keluarganya."
Rasulullah
mengajarkan untuk mengungkapkan kasih sayang tidak hanya secara verbal, tetapi
juga dengan perbuatan. Pada suatu hari Umar menemukan beliau saw
merangkak di atas tanah, sementara dua orang anak kecil berada di atas
punggungnya. Umar berkata:"Hai anak, alangkah baiknya rupa tungganganmu
itu." Yang ditunggangi menjawab:"Alangkah baiknya rupa para
penunggangnya". Betapa indah susasana penuh kasih sayang antara Rasul
saw dengan cucu-cucu beliau.
Seorang
ahli (Dorothy Law Nolte) berujar:"Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang
dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan." Bila orang
tua gagal mengungkapkan rasa sayang pada anak-anaknya, anak-anak tersebut tak
akan mampu menyatakan sayangnya kepada orang lain.
5.
Hak mendapatkan perlindungan dan nafkah dalam keluarga
Firman
Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 233:
Artinya;"…
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dangan cara yang
ma’ruf…"
Kemudian
firman Allah dalam surah Ath - Thalaq ayat 6:
Artinya:"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu…"
Artinya:"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu…"
Sebagai
pemimpin dalam keluarga, seorang ayah tentu bertanggungjawab atas keselamatan
anggota keluarganya, termasuk anaknya. Ia akan melindungi anaknya dari hal-hal
yang membahayakan anaknya baik fisiknya maupun psikisnya. Demikian juga ia
berkewajiban memberi nafkah berupa pangan, sandang, dan tempat tinggal kepada
anaknya.
Apabila
kepala keluarga tidak dapat mencukupi nafkah keluarganya, atau ayah telah
meninggal dunia, maka wali dari anak (diantaranya paman dari ayah, saudara
laki-laki, dan kakek) diberi kewajiban mencukupi nafkah keluarga tersebut.
Apabila jalur kerabat tidak ada yang bisa mencukupi nafkah anak, maka negaralah
yang berkewajiban memberi nafkah kepada anak. Negara menyalurkan zakat atau
sumber keuangan lain yang hak kepada keluarga yang tidak mampu. Bagaimanapun
keadaannya, tidak pernah seorang anak harus menafkahi dirinya sendiri.
6.
Hak pendidikan dalam keluarga
QS
At-Tahrim ayat 6:
Artinya:"Wahai
orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…"
Rasulullah
juga mengajarkan betapa besarnya tanggung jawab orang tua dalam pendidikan
anak. Sabdanya saw:"Tidaklah seorang anak yang lahir itu kecuali dalam
keadaan fitrah. Kedua orangtuanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau
Majusi."(HR Muslim).
Anak
pertama kali mendapatkan hak pendidikannya di keluarga, sebelum ia mendapatkan
pendidikan di sekolah. Mendidik anak adalah tanggung jawab bersama antara ibu
dan ayah, sehingga diperlukan pasangan yang seaqidah, dan sepemahaman dalam
pendidikan anak. Jika tidak demikian tentunya sulit mencapai tujuan pendidikan
anak dalam keluarga.
Anak
pertama kali mendapatkan pengajaran nilai-nilai tauhid dari kedua orang tuanya,
demikian juga mengenai ajaran-ajaran Islam yang lain. Anak mendapatkan
pendidikan yang lebih banyak berupa contoh (teladan) dari kedua orang tuanya,
di samping pendidikan dalam bentuk lisan, pembiasaan dan pemberian sanksi
7.
Hak mendapatkan kebutuhan pokok sebagai warga negara
Sebagai
warga negara, anak juga mendapatkan haknya akan kebutuhan pokok yang disediakan
secara massal oleh negara kepada semua warga negara. Kebutuhan pokok yang
disediakan secara massal oleh negara meliputi: pendidikan di sekolah, pelayanan
kesehatan, dan keamanan.
Pelayanan
massal ini merupakan pelaksanaan kewajiban negara terhadap penguasa kepada
rakyatnya, seperti sabda Rasulullah saw:
"Seorang
imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia akan dimintai
pertanggungjawaban atas gembalaannya."(HR Ahmad, Syaikhan, Tirmidzi, Abu
Dawud, dari Ibnu Umar)
Apabila
hak-hak anak seperti yang disebutkan di atas dipenuhi maka anak dapat tumbuh
dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas: menjadi orang bertaqwa yang
mampu mengendalikan hawa nafsunya sesuai perintah dan larangan Allah serta
mampu mengelola kehidupan dunia dengan ilmu dan ketrampilannya. Kebutuhan
fisiknya terpenuhi: kebutuhan gizinya terpenuhi, kebutuhan sandang dan
perumahan yang memenuhi syarat kesehatan terpenuhi, dan apabila ia sakit tidak
ada hambatan baginya untuk mendapatkan pengobatan. Demikian pula ia tumbuh
dalam suasana penuh kasih sayang, tentram dan aman. Dalam kondisi fisik dan
psikis yang baik ia bisa melewati proses pendidikan sesuai fase perkembangannya
di dalam keluarga, juga pendidikannya di sekolah secara optimal. Dengan
demikian ia bisa menguasai dengan baik tsaqofah Islam, ilmu pengetahuan dan
teknologi serta ketrampilan yang diajarkan di sekolah untuk bekal kehidupannya
kemudian hari.
0 komentar:
Posting Komentar