Pendidikan dan pembangunan merupakan dua aspek yang saling terkait bagaikan dua sisi mata uang, yang tidak dapat berdiri sendiri tapi dapat dan perlu dibedakan. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas SDM.
Pembangunan itu sendiri memerlukan SDM yang mampu menyelenggarakan dan melaksanakan kegiatan pembangunan tersebut. Orang-orang yang mampu melaksanakan pembangunan tersebut dapat tercipta melalui pendidikan.
Pendidikan, baik dari sisi proses maupun dari sisi sarana dan prasarananya, dapat terwujud dengan baik apabila didukung oleh iklim pembangunan dan kebijakan pembangunan yang baik. Dengan demikian pendidikan yang berkualitas merupakan hasil dari proses pembangunan, dan tercapainya tujuan pembangunan merupakan wujud dari hasil kerja orang-orang yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang merupakan hasil dari suatu proses pendidikan.
A. ESENSI PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN SERTA TITIK TEMUNYA
Esensi pembangunan bertumpu dan berpangkal dari manusianya. Tujuan finalnya adalah meningkatkan martabat manusia selaku manusia. Jadi, apabila suatu pembangunan berakibat mengurangi nilai manusiawi, berarti pembangunan tersebut telah keluar dari esensinya.
Sedangkan peran pendidikan itu sendiri adalah memungkinkan berubahnya potensi manusia menjadi aksidensi dari naluri menjadi nurani. Karena nurani adalah kriterium pembeda yang prinsipal antara manusia dengan hewan.
Selanjutnya, setiap orang terutama guru atau orangtua pasti memiliki opini tersendiri tentang apa sebenarnya esensi pendidikan itu. Bagi saya, pendidikan adalah sebuah upaya untuk mentransfer ilmu dari seseorang kepada orang lain. Tak cukup hanya mentransfer ilmu semata, tetapi juga upaya untuk mentransfer nilai-nilai moralitas dan akhlak yang baik dari pendidik kepada yang dididik. Dari guru kepada murid dan juga terkadang dari murid kepada guru. Dan tak bisa dipungkiri bahwa esensi dari pendidikan adalah sangat berkaitan dengan sikap seorang guru dalam menghayati dan menjalankan profesinya.
Maka dari itu dapat kita simpulkan “status” pendidikan dan pembangunan dalam esensi pembangunan serta antar keduanya :
1. Pendidikan merupakan usaha ke dalam diri manusia sedangkan pembangunan merupakan usaha keluar dalam diri manusia.
2. Pendidikan menghasilkan sumber daya tenaga yang menunjang pembangunan dan hasil pembangunan dapat menunjang pendidikan (pembinaan, penyediaan saran, dan seterusnya)
B. SUMBANGAN PENDIDIKAN PADA PEMBANGUNAN
Di muka telah diuraikan bahwa pendidikan mempunyai peranan dalam meningkatkan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan dan menjadi titik sentral pembangunan. Manusia yang berkualitas memiliki keseimbangan antara tiga aspek yang ada padanya, yaitu aspek pribadi sebagai individu, aspek sosial dan aspek kebangsaan.
John Vaizei dalam bukunya Education in the Modern World (1965) mengemukakan peranan pendidikan sebagai berikut :
(1) melalui lembaga mengemukakan peranan pendidikan tinggi dan lembaga riset memberikan gagasan-gagasan dan teknik baru,
(2) melalui sekolah dan latihan-latihan mempersiapkan tenaga kerja terampil berpengetahuan, dan
(3) penanaman sikap. Yang kesemuanya adalah landasan untuk sebuah pembangunan.
Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat dari berbagai segi, diantaranya, segi sasaran, lingkungan, jenjang pendidikan, dan pembidangan kerja.
1. Segi Sasaran Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi tujuan citra manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan yang manusiawi.
Secara garis besar, sasaran pendidikan adalah semua manusia dalam berbagai usia, keberadaan, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan dalam status apapun. Yang dimaksud dengan semua manusia dalam berbagai usia adalah secara keseluruhan manusia dari mulai anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua. Tentunya kita sadar bahwa proses pendidikan yang ada di Indonesia adalah proses pendidikan sepanjang hayat (long life education), mengandung arti bahwa setiap individu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan selama dia hidup di dunia ini,
2. Segi Lingkungan Pendidikan
Klasifikasi ini menunjukkan peran pendidikan dalam berbagai lingkungan atau sistem.
- Lingkungan keluarga (pendidikan informal) yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.
- Lingkungan sekolah (pendidikan formal)
- Lingkungan masyarakat (pendidikan nonformal). Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di setiap mesjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja. Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya. Program - program PNF yaitu Keaksaraan fungsional (KF); Pendidikan Kesetaraan A, B, C; Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); Magang; dan sebagainya Lembaga PNF yaitu PKBM, SKB, BPPNFI, dan lain sebagainya.ataupun dalam sistem pendidikan prajabatan dan dalam jabatan.
3. Segi Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan meliputi pendidikan dasar (basic education)yang memberikan dasar bagi pendidikan tingkat menengah dan pendidikan tinggi.
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan tingkat menengah dan pendidikan tinggi
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan tingkat menengah memberikan dua macam bekal, yaitu membekali peserta didik yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi (SMA) dan bekal kerja bagi yang tidak melanjutkan (SMTA)
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan Tinggi (PT) memberikan bekal kerja keahlian menurut bidang tertentu.
4. Segi Pembidangan Kerja atau Sektor Kehidupan
Pembidangan kerja menurut sektor kehidupan meliputi bidang ekonomi, hukum, sosial politik, keuangan, perhubungan, komunikasi, pertanian, pertambangan, pertahanan, dan l;ain-lain.
C. PEMBANGUNAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Bagian ini akan mengemukakan dua hal yaitu mengapa sistem pendidikan harus dibangun dan wujud sisdiknas..
1. Mengapa Sistem Pendidikan Harus Dibangun
Sistem pendidikan perlu dibangun agar dapat memenuhi kebutuhan manusia. Manusia cenderung berupaya untuk mendekatkan dirinya pada kesempurnaan, untuk itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, termasuk sistem pendidikan.
Selain itu, pengalaman manusia juga berkembang. Itulah sebabnya mengapa sistem pendidikan sebagai sarana yang menghantar manusia untuk menemukan jawaban atas teka teki mengenai dirinya, juga selalu disempurnakan.
2. Wujud Pembangunan Sistem Pendidikan
Secara makro, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu sama lain saling terkait, yaitu aspek filosofis dan keilmuan, yuridis, struktur, dan kurikulum
a. Hubungan Antar Aspek-aspek
Aspek filosofis keilmuan dan yuridis menjadi landasan bagi aspek-aspek yang lain, karena memberikan arah pada aspek-aspek lainnya. Meskipun aspek filosofis menjadi landasan, tetapi tidak harus diartikan bahwa setiap terjadi perubahan filosofis dan yuridis harus diikuti dengan perubahan aspek-aspek yang lain secara total.
b. Aspek Filosofis dan Keilmuan
Beberapa alasan filosofis, mengapa negara mesti mengurusi urusan pendidikan warganya, adalah sebagai berikut:
- Pertama, warga-negara, sebagian atau seluruhnya, belum atau tidak dapat menyelenggarakan urusan pendidikan secara layak dan memadai.
- Kedua, warga-negara, sebagian atau seluruhnya, belum atau tidak mempunyai kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk dapat hidup dan berkompetisi di alam global seperti sekarang.
- Alasan Ketiga adalah, bahwa negara memerlukan warga-negara yang berkualitas (Human Resources) dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan merealisasi tujuannya.
c. Aspek Yuridis
UUD 1945 sebagai landasan hukum pendidikan sifatnya relatif tetap. Beberapa pasal yang melandasi pendidikan sifatnya eksplisit;
Pasal 31(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 32Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
maupun yang implisit
Pasal 27(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 34Fakir miskin dan anak-anakyang terlantar dipelihara oleh negara.
Pasal pasal tersebut sifatnya masih sangat global dan perlu dijabarkan lebih rinci kedalam UU Pendidikan seperti UU Pendidikan No. 4 Tahun 1950, UU Pendidikan No. 12 Tahun 1954 dan disempurnakan lagi oleh UU RI No. 2 Tahun 1989.
d. Aspek Struktur
Aspek struktur pembangunan sistem pendidikan berperan pada upaya pembenahan struktur pembangunan pendidikan yang mencakup jenjang dan jenis pendidikan, lama waktu belajar dari jenjang yang satu ke jenjang yang lain, sebagai akibat dari perkembangan sosial budaya dan politik.
e. Aspek Kurikulum
Kurikulum merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan kurikuler berubah, maka kurikulum berubah pula. Perubahan tersebut dapat berupa materinya, orientasinya,pendekatannya maupun metodenya.
Kurikulum pendidikan perlu dibenahi, perlu dikaji dan disusun ulang dengan meletakkan aspek-aspek IQ, EQ, dan SQ secara proporsional, jangan hanya ditekankan pada satu aspek saja.
Kecerdasan intelektual (IQ) memang penting. Orang dengan IQ tinggi memang diharapkan dapat menggunakan akalnya untuk menentukan pilihan-pilihan secara tepat (rasional), sehingga yang bersangkutan mendapatkan kehidupan yang baik. Namun kenyataannya tidak selalu demikian. Banyak orang yang sukses di sekolah tetapi tidak sukses dalam kehidupan. Sebaliknya, banyak orang yang prestasi di sekolahnya biasa-biasa saja justru berhasil dalam kehidupan nyata.
Menurut Goleman (2003:44-47), IQ hanya menyumbang kira-kira 20 persen bagi penentu sukses dalam hidup, sedangkan yang 80 persen diisi kekuatan-kekuatan lain. Kekuatan lain itu adalah kecerdasan emosional: kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustrasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa. Ia menyatakan bahwa kecerdasan emosional (EQ) sama ampuhnya, dan kadang lebih ampuh dari IQ.
Pada tataran yang lebih jauh, IQ dan EQ ternyata juga belum cukup karena hanya menyangkut hubungan kebendaan dan hubungan antarmanusia, sehingga orang masih mengalami kegersangan jiwa, tidak mendapatkan kedamaian abadi.
Untuk itu, orang perlu memiliki kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan ini akan membimbing seseorang pada kesadaran bahwa setiap diri memiliki keterbatasan tertentu. Nasib baik atau buruk pasti terjadi jika Tuhan menghendaki. Sebab itu tugas utama manusia adalah melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya dan ikhlas terhadap hasil akhir. Baginya, keberhasilan adalah anugerah dan kegagalan adalah hikmah. Masing-masing ada manfaatnya.
Dengan demikian, perlu digarisbawahi bahwa pendidikan yang berkualitas bukan hanya pendidikan yang mengembangkan inteligensi akademik tetapi perlu mengembangkan seluruh spektrum potensi manusia
Selasa, Oktober 12, 2010
Rabu, Oktober 06, 2010
Makalah Akhlak
I. PENGERTIAN
Rasulullah saw bersabda:
" Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Kita jadi bertanya, apakah sebenarnya akhlak itu?
Ada banyak sekali wacana yang berusaha mengartikan kata Akhlak, diantaranya pendekatan secara terminologi (istilah) dan juga pendekatan linguistik (bahasa);
v Secara terminologi akhlak adalah suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran.
v Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
v Secara bahasa, Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
- Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan.
- Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk
v Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
- Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.- Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. - Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.- Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara- Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
v Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.
v Jadi bisa disimpulkan Ilmu Akhlak adalah pembahasan tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tegolong perbuatan yang baik (akhlakul karimah) atau perbuatan yang buruk (akhlakul madzmumah) atau berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku, kemudian memberikan hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk.
II. Fungsi Akhlak Dalam Islam
v Dalam pandangan Islam, akhlak memang merupakan satu-satunya ukuran dan menjadi garis pemisah; antara mana perbuatan yang baik dan mana yang tidak baik.
v Artinya, prilaku manusia disebut berkualitas, jika prilaku tersebut disertai dengan akhlak yang baik, sebaliknya jika suatu perbuatan tidak dibarengi dengan akhlak, maka perbuatan itu merupakan perbuatan yang hina dan tidak berkualitas, baik menurut manusia lebih-lebih menurut Allah.
v Di tengah-tengah masyarakat kita, istilah akhlak kadang-kadang disebut dengan istilah adab. Maka dari itu orang yang baik akhlaknya, biasanya disebut orang yang beradab, sebaliknya orang yang buruk prilakunya, disebut tidak beradab. Selain istilah adab ini, istilah sopan santun juga sering kita temui.
v Secara sederhana bisa kita pahami, bahwa akhlak yang baik, saktidaknya harus mengandung dua hal;
- pertama harus baik tujuannya, dan
- kedua harus baik prosesnya.
Dua hal inilah yang menjadi ukuran baik/tidaknya akhlak seseorang. (sekali lagi: baik tujuan dan baik pula prosesnya).
III. Sumber & Hal yang membentuk Akhlak
v Akhlak sejatinya bersumber pada agama.
v Perangai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.
v Pembentukan peragai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya.
v Lingkungan yang paling kecil adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk.
IV. Akhlak Seorang Muslim Terhadap Allah SWT
v Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai Sang Khalik.
v Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah.
- Pertama, karena Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut :
falyanzhuri al-insaanu mimma khuliqa
[86:5] Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?
khuliqa min maa-in daafiqin
[86:6] Dia diciptakan dari air yang dipancarkan,
yakhruju min bayni alshshulbi waalttaraa-ibi
[86:7] yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.
- Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78.
waallaahu akhrajakum min buthuuni ummahaatikum laa ta'lamuuna syay-an waja'ala lakumu alssam'a waal-abshaara waal-af-idata la'allakum tasykuruuna
[16:78] Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
- Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah ayat 12-13.
allaahu alladzii sakhkhara lakumu albahra litajriya alfulku fiihi bi-amrihi walitabtaghuu min fadhlihi wala'allakum tasykuruuna
[45:12] Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.
wasakhkhara lakum maa fii alssamaawaati wamaa fii al-ardhi jamii'an minhu inna fii dzaalika laaayaatin liqawmin yatafakkaruuna
[45:13] Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
- Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat Al-Israa' ayat, 70.
walaqad karramnaa banii aadama wahamalnaahum fii albarri waalbahri warazaqnaahum mina alththhayyibaati wafadhdhalnaahum 'alaa katsiirin mimman khalaqnaa tafdhiilaan
[17:70] Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan862, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
-
Sementara itu menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.
Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya yang berjudul "Membina Moral dan Akhlak" bahwa akhlak terhadap Allah, itu antara lain :a. Cinta dan ikhlas kepada Allah SWT.b. Berbaik sangka kepada Allah SWT.c. Rela terhadap kadar dan qada (takdir baik dan buruk) dari Allah SWT.d. Bersyukur atas nikmat Allah SWT.e. Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.f. Senantiasa mengingat Allah SWT.g. Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT.h. Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT.
v Berikut ini adalah akhlak terhadap Allah SWT adalah:
- Pertama, yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya.
Allah berfirman (QS. 4 : 65):
falaa warabbika laa yu/minuuna hattaa yuhakkimuuka fiimaa syajara baynahum tsumma laa yajiduu fii anfusihim harajan mimmaa qadhayta wayusallimuu tasliimaan
[4:65] Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
- Kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memilikirasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya.
Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda,
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang amir (presiden/ imam/ ketua) atas manusia, merupakanpemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suamimerupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yangdipimpinnya. Seorang wanita juga merupakan pemimpin atas rumah keluarganya danjuga anak-anaknya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seoranghamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apayang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atasapa yang dipimpinnya." (HR. Muslim)
- Ketiga, yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya.
Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karenapada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin (baca; tsiqah) terhadapapapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupakeburukan.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
" sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segalaurusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, iabersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagidirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa haltersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Bukhari)
- Keempat; Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdhah, ataupun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena padahakekatnya, seluruh aktiivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an Allah berberfirman (QS. 51 : 56):
wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni
[51:56] Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
- Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah adalahdengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman-Nya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan kepada kita:
"Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafaat di hari kiamat kepada para pembacanya." (HR. Muslim)
Adapun bagi mereka-mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, makahendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik.Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an tersebut, makaAllah pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya.
Dalam haditslain, Rasulullah SAW bersabda:
"Orang (mu’min) yang membaca Al-Qur’an dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mu’min yang membacaAl-Qur’an, sedang ia terbata-bata dalam membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat." (HR. Bukhori Muslim)
V. Akhlak Seorang Muslim Terhadap Orang Tua
Akhlak Kepada Orang Tua
waqadaa rabbuka allaa ta'buduu illaa iyyaahu wabialwaalidayni ihsaanan immaa yablughanna 'indaka alkibara ahaduhumaa aw kilaahumaa falaa taqul lahumaa uffin walaa tanharhumaa waqul lahumaa qawlan kariimaan
[17:23] Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia850.
waikhfidh lahumaa janaaha aldzdzulli mina alrrahmati waqul rabbi irhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraan
[17:24] Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
Dari ayat diatas terlihat jelas bagaimana penting dan besarnya arti diri orang tua di sisi Allah Subhanahu Wa Ta ala. Jika beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala wajib maka berbakti kepada kedua orang tua juga wajib. Sebaliknya, kalau ingkar kepada-Nya adalah dosa besar, begitu pula durhaka kepada orang tua.
Sekiranya suatu saat usia mereka sudah diambang senja, janganlah kita menghardik, mencaci, memukul, serta perbuatan-perbuatan keji lainnya, mengucapkan kata “ah” saja terlarang sebagaiman dalam ayat diatas apalagi perbuatan-perbuatan yang lebih daripada itu. Dan yang patut dilakukan adalah berbicara kepada mereka dengan lemah lembut, sikap rendah diri, suara tidak melebihi suara mereka, dan itu semua adalah akhlak utama seorang anak.
“Bahwa seorang laki-laki yang berasal dari Yaman hijrah ke Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam. Ia berkata : ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sekarang sudah hijrah!’ Beliau bertanya ‘Sudahkah mereka memberimu izin ?’ jawabnya : ‘Belum’ sabda Beliau, ‘Pulanglah dan minta ijinlah kamu kepada mereka. Kalau sekiranya mereka memberimu izin, silahkan berjuang. Tetapi kalau tidak, berbuat baiklah kamu kepada mereka.”(HR Abu Dawud).
Disini agama Islam meletakkan keagungan orang tua dihadapan anak-anaknya dalam rangka berbakti dan berjuang di jalan Allah. Bukan semata-mata jihad kemudian orang tua ditinggalkan begitu saja tanpa dimintai izin sama sekali. Bahkan berangkat ke medan peperangan dinomorduakan jika memang belum memenuhi kebaktiannya kepada orang tua.
“Rugilah, rugi sekali, rugi sekali, seseorang yang mendapati salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya sewaktu mereka sudah diambang senja, dan tidak memasukkan ia kedalam surga “(HR Muslim).
Sungguh sayang bahwa orang tua masih ada, apalagi sudah tua yang seharusnya dapat memasukkan dia kedalam surga, tetapi ternyata tidak dapat memasukkan dia ke dalam surga dikarenakan durhaka kepada mereka dan tidak berbakti kepada mereka. Sungguh ironis sekali orang tua yang telah mendidik dan mengasuh anaknya dengan sekuat tenaga, ternyata sesudah besar begitu saja balas budinya.
Memperlakukan orang tua dengan baik termasuk amalan besar dan yang paling dicintai oleh Allah. Dari Abdullah bin Mas’ud :“Aku pernah bertanya kepada nabi Salallahu Alaihi Wa Salam: ‘Amal yang manakah yang paling dicintai oleh Allah ?’ Jawab beliau :’Shalat pada waktunya’. Aku bertanya lagi:’Kemudian amal apa ?’ Jawab beliau :’’Berbuat baik pada orang tua’. Aku bertanya lagi:’Sesudah itu amal apa?’ Jawab beliau :’Jihad di jalan Allah”(HR Bukhari Muslim).
Dalam hal berbuat kebaikan kepada orang tua, memang sepantasnya ibu lebih banyak dicurahkan. Ini mengingat kerja payahnya semenjak ia mengandung sampai melahirkan ditambah lagi memenuhi semua keperluannya tidak pernah merasa bosan dan lelah. Dari Abu Hurairah :“Telah datang seorang laki-laki menghadap Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam lalu bertanya :’Wahai Rasulullah siapakah yang paling berhak aku pergauli dengan cara bagus ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. Kemudian ia bertanya lagi ‘Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. ia bertanya lagi:’Sesudah itu siapa ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. Ia bertanya lagi :’Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Bapakmu!”(HR Bukhari Muslim
Dan termasuk dosa besar bila seorang anak berbuat durhaka kepada orang tuanya. Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam bersabda :“Termasuk dosa besar ialah seorang yang mencaci maki orang tuanya. Seseorang lalu bertanya:’Mungkinkah ada seseorang mencaci maki orang tuanya?’ Jawab beliau :’Ada! Dia mencaci maki bapak seseorang lalu orang itu membalas memaki bapaknya. Dia mencaci maki ibu seseorang lalu orang itu membalas memaki ibunya”(HR Bukhari Muslim).
Namun bagaiman bila orang tua kita bermaksiat dan musyrik kepada Allah, apakah kita tetap harus berbuat baik terhadap mereka ? Islam memang menganjurkan untuk berbuat baik kepada orang tua secara umum, tetapi perlu diingat jika orang tua memaksakan kehendaknya untuk bermaksiat kepada Allah, maka hendaknya ditolak dengan lemah lembut dan penuh kesopanan.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kamu kembali, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS Luqman : 15).“Mendengar dan mentaati itu wajib bagi seorang muslim, menyangkut apa yang ia cintai maupun apa yang ia benci, selagi tidak disuruh untuk urusan maksiat. Kalau diperintah untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak ada ketaatan”(HR Bukhari Muslim).
-
Rasulullah saw bersabda:
" Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Kita jadi bertanya, apakah sebenarnya akhlak itu?
Ada banyak sekali wacana yang berusaha mengartikan kata Akhlak, diantaranya pendekatan secara terminologi (istilah) dan juga pendekatan linguistik (bahasa);
v Secara terminologi akhlak adalah suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran.
v Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
v Secara bahasa, Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
- Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan.
- Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk
v Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
- Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.- Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. - Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.- Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara- Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
v Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.
v Jadi bisa disimpulkan Ilmu Akhlak adalah pembahasan tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tegolong perbuatan yang baik (akhlakul karimah) atau perbuatan yang buruk (akhlakul madzmumah) atau berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku, kemudian memberikan hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk.
II. Fungsi Akhlak Dalam Islam
v Dalam pandangan Islam, akhlak memang merupakan satu-satunya ukuran dan menjadi garis pemisah; antara mana perbuatan yang baik dan mana yang tidak baik.
v Artinya, prilaku manusia disebut berkualitas, jika prilaku tersebut disertai dengan akhlak yang baik, sebaliknya jika suatu perbuatan tidak dibarengi dengan akhlak, maka perbuatan itu merupakan perbuatan yang hina dan tidak berkualitas, baik menurut manusia lebih-lebih menurut Allah.
v Di tengah-tengah masyarakat kita, istilah akhlak kadang-kadang disebut dengan istilah adab. Maka dari itu orang yang baik akhlaknya, biasanya disebut orang yang beradab, sebaliknya orang yang buruk prilakunya, disebut tidak beradab. Selain istilah adab ini, istilah sopan santun juga sering kita temui.
v Secara sederhana bisa kita pahami, bahwa akhlak yang baik, saktidaknya harus mengandung dua hal;
- pertama harus baik tujuannya, dan
- kedua harus baik prosesnya.
Dua hal inilah yang menjadi ukuran baik/tidaknya akhlak seseorang. (sekali lagi: baik tujuan dan baik pula prosesnya).
III. Sumber & Hal yang membentuk Akhlak
v Akhlak sejatinya bersumber pada agama.
v Perangai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.
v Pembentukan peragai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya.
v Lingkungan yang paling kecil adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk.
IV. Akhlak Seorang Muslim Terhadap Allah SWT
v Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai Sang Khalik.
v Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu beakhlak kepada Allah.
- Pertama, karena Allah-lah yang mencipatakan manusia. Dia yang menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari tulang punggung dan tulang rusuk hal ini sebagai mana di firmankan oleh Allah dalam surat at-Thariq ayat 5-7. sebagai berikut :
falyanzhuri al-insaanu mimma khuliqa
[86:5] Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?
khuliqa min maa-in daafiqin
[86:6] Dia diciptakan dari air yang dipancarkan,
yakhruju min bayni alshshulbi waalttaraa-ibi
[86:7] yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.
- Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah dalam surat, an-Nahl ayat, 78.
waallaahu akhrajakum min buthuuni ummahaatikum laa ta'lamuuna syay-an waja'ala lakumu alssam'a waal-abshaara waal-af-idata la'allakum tasykuruuna
[16:78] Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
- Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah dalam surat al-Jatsiyah ayat 12-13.
allaahu alladzii sakhkhara lakumu albahra litajriya alfulku fiihi bi-amrihi walitabtaghuu min fadhlihi wala'allakum tasykuruuna
[45:12] Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.
wasakhkhara lakum maa fii alssamaawaati wamaa fii al-ardhi jamii'an minhu inna fii dzaalika laaayaatin liqawmin yatafakkaruuna
[45:13] Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
- Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan, daratan dan lautan. Firman Allah dalam surat Al-Israa' ayat, 70.
walaqad karramnaa banii aadama wahamalnaahum fii albarri waalbahri warazaqnaahum mina alththhayyibaati wafadhdhalnaahum 'alaa katsiirin mimman khalaqnaa tafdhiilaan
[17:70] Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan862, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
-
Sementara itu menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.
Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya yang berjudul "Membina Moral dan Akhlak" bahwa akhlak terhadap Allah, itu antara lain :a. Cinta dan ikhlas kepada Allah SWT.b. Berbaik sangka kepada Allah SWT.c. Rela terhadap kadar dan qada (takdir baik dan buruk) dari Allah SWT.d. Bersyukur atas nikmat Allah SWT.e. Bertawakal/ berserah diri kepada Allah SWT.f. Senantiasa mengingat Allah SWT.g. Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT.h. Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT.
v Berikut ini adalah akhlak terhadap Allah SWT adalah:
- Pertama, yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya.
Allah berfirman (QS. 4 : 65):
falaa warabbika laa yu/minuuna hattaa yuhakkimuuka fiimaa syajara baynahum tsumma laa yajiduu fii anfusihim harajan mimmaa qadhayta wayusallimuu tasliimaan
[4:65] Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
- Kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memilikirasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya.
Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda,
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang amir (presiden/ imam/ ketua) atas manusia, merupakanpemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suamimerupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yangdipimpinnya. Seorang wanita juga merupakan pemimpin atas rumah keluarganya danjuga anak-anaknya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seoranghamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apayang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atasapa yang dipimpinnya." (HR. Muslim)
- Ketiga, yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya.
Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karenapada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin (baca; tsiqah) terhadapapapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupakeburukan.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
" sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segalaurusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, iabersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagidirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa haltersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Bukhari)
- Keempat; Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdhah, ataupun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena padahakekatnya, seluruh aktiivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an Allah berberfirman (QS. 51 : 56):
wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni
[51:56] Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
- Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah adalahdengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman-Nya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan kepada kita:
"Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an itu dapat memberikan syafaat di hari kiamat kepada para pembacanya." (HR. Muslim)
Adapun bagi mereka-mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, makahendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik.Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an tersebut, makaAllah pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya.
Dalam haditslain, Rasulullah SAW bersabda:
"Orang (mu’min) yang membaca Al-Qur’an dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mu’min yang membacaAl-Qur’an, sedang ia terbata-bata dalam membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat." (HR. Bukhori Muslim)
V. Akhlak Seorang Muslim Terhadap Orang Tua
Akhlak Kepada Orang Tua
waqadaa rabbuka allaa ta'buduu illaa iyyaahu wabialwaalidayni ihsaanan immaa yablughanna 'indaka alkibara ahaduhumaa aw kilaahumaa falaa taqul lahumaa uffin walaa tanharhumaa waqul lahumaa qawlan kariimaan
[17:23] Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia850.
waikhfidh lahumaa janaaha aldzdzulli mina alrrahmati waqul rabbi irhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraan
[17:24] Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
Dari ayat diatas terlihat jelas bagaimana penting dan besarnya arti diri orang tua di sisi Allah Subhanahu Wa Ta ala. Jika beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala wajib maka berbakti kepada kedua orang tua juga wajib. Sebaliknya, kalau ingkar kepada-Nya adalah dosa besar, begitu pula durhaka kepada orang tua.
Sekiranya suatu saat usia mereka sudah diambang senja, janganlah kita menghardik, mencaci, memukul, serta perbuatan-perbuatan keji lainnya, mengucapkan kata “ah” saja terlarang sebagaiman dalam ayat diatas apalagi perbuatan-perbuatan yang lebih daripada itu. Dan yang patut dilakukan adalah berbicara kepada mereka dengan lemah lembut, sikap rendah diri, suara tidak melebihi suara mereka, dan itu semua adalah akhlak utama seorang anak.
“Bahwa seorang laki-laki yang berasal dari Yaman hijrah ke Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam. Ia berkata : ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sekarang sudah hijrah!’ Beliau bertanya ‘Sudahkah mereka memberimu izin ?’ jawabnya : ‘Belum’ sabda Beliau, ‘Pulanglah dan minta ijinlah kamu kepada mereka. Kalau sekiranya mereka memberimu izin, silahkan berjuang. Tetapi kalau tidak, berbuat baiklah kamu kepada mereka.”(HR Abu Dawud).
Disini agama Islam meletakkan keagungan orang tua dihadapan anak-anaknya dalam rangka berbakti dan berjuang di jalan Allah. Bukan semata-mata jihad kemudian orang tua ditinggalkan begitu saja tanpa dimintai izin sama sekali. Bahkan berangkat ke medan peperangan dinomorduakan jika memang belum memenuhi kebaktiannya kepada orang tua.
“Rugilah, rugi sekali, rugi sekali, seseorang yang mendapati salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya sewaktu mereka sudah diambang senja, dan tidak memasukkan ia kedalam surga “(HR Muslim).
Sungguh sayang bahwa orang tua masih ada, apalagi sudah tua yang seharusnya dapat memasukkan dia kedalam surga, tetapi ternyata tidak dapat memasukkan dia ke dalam surga dikarenakan durhaka kepada mereka dan tidak berbakti kepada mereka. Sungguh ironis sekali orang tua yang telah mendidik dan mengasuh anaknya dengan sekuat tenaga, ternyata sesudah besar begitu saja balas budinya.
Memperlakukan orang tua dengan baik termasuk amalan besar dan yang paling dicintai oleh Allah. Dari Abdullah bin Mas’ud :“Aku pernah bertanya kepada nabi Salallahu Alaihi Wa Salam: ‘Amal yang manakah yang paling dicintai oleh Allah ?’ Jawab beliau :’Shalat pada waktunya’. Aku bertanya lagi:’Kemudian amal apa ?’ Jawab beliau :’’Berbuat baik pada orang tua’. Aku bertanya lagi:’Sesudah itu amal apa?’ Jawab beliau :’Jihad di jalan Allah”(HR Bukhari Muslim).
Dalam hal berbuat kebaikan kepada orang tua, memang sepantasnya ibu lebih banyak dicurahkan. Ini mengingat kerja payahnya semenjak ia mengandung sampai melahirkan ditambah lagi memenuhi semua keperluannya tidak pernah merasa bosan dan lelah. Dari Abu Hurairah :“Telah datang seorang laki-laki menghadap Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam lalu bertanya :’Wahai Rasulullah siapakah yang paling berhak aku pergauli dengan cara bagus ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. Kemudian ia bertanya lagi ‘Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. ia bertanya lagi:’Sesudah itu siapa ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’. Ia bertanya lagi :’Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Bapakmu!”(HR Bukhari Muslim
Dan termasuk dosa besar bila seorang anak berbuat durhaka kepada orang tuanya. Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam bersabda :“Termasuk dosa besar ialah seorang yang mencaci maki orang tuanya. Seseorang lalu bertanya:’Mungkinkah ada seseorang mencaci maki orang tuanya?’ Jawab beliau :’Ada! Dia mencaci maki bapak seseorang lalu orang itu membalas memaki bapaknya. Dia mencaci maki ibu seseorang lalu orang itu membalas memaki ibunya”(HR Bukhari Muslim).
Namun bagaiman bila orang tua kita bermaksiat dan musyrik kepada Allah, apakah kita tetap harus berbuat baik terhadap mereka ? Islam memang menganjurkan untuk berbuat baik kepada orang tua secara umum, tetapi perlu diingat jika orang tua memaksakan kehendaknya untuk bermaksiat kepada Allah, maka hendaknya ditolak dengan lemah lembut dan penuh kesopanan.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kamu kembali, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS Luqman : 15).“Mendengar dan mentaati itu wajib bagi seorang muslim, menyangkut apa yang ia cintai maupun apa yang ia benci, selagi tidak disuruh untuk urusan maksiat. Kalau diperintah untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak ada ketaatan”(HR Bukhari Muslim).
-
Selasa, Oktober 05, 2010
Makalah Syariah
I. PENGERTIAN
· Syariah berarti jalan besar
· Syariah dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam itu sendiri .
· Syariat Islam adalah ajaran Islam yang membicarakan amal manusia baik sebagai makluk ciptaan Allah maupun hamba Allah.
· Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah itu sendiri.
· Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban (masyarakat madani).
· Syariah meliputi 2 bagian utama :
1. Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah (vertikal). Tatacara dan syarat-rukunnya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa
2. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.
· Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunah serta menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yangjelas apa yang halal dan haram, maka :
- Tinggalkan yang subhat (meragukan)- Ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia, dan menghendaki kemudahan. Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai kemampuan
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah.
e. Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar
II. SUMBER HUKUM ISLAM
· Terkait dengan susunan tertib Syari'at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain.
QS Al Azhab Ayat 36
wamaa kaana limu/minin walaa mu/minatin idzaa qadaa allaahu warasuuluhu amran an yakuuna lahumu alkhiyaratu min amrihim waman ya'shi allaaha warasuulahu faqad dhalla dhalaalan mubiinaan
[33:36] Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
· Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu.
· Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
QS Al Maidah Ayat 101
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa tas-aluu 'an asyyaa-a in tubda lakum tasu/kum wa-in tas-aluu 'anhaa hiina yunazzalu alqur-aanu tubda lakum 'afaa allaahu 'anhaa waallaahu ghafuurun haliimun
[5:101] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah mema'afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
· Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu :
1. Asas Syara'
- Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits.
- Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara' dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara'.
- Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
- Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari'at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan.
- Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syari'at yang berlaku.
2. Furu' Syara'
- Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist.
- Kedudukannya sebagai Cabang Syari'at Islam.
- Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
- Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
Jadi secara garis besar, sumber hukum islam berdasarkan atas;
1. Al-Qur'an
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Sebagai sumber Ajaran Islam juga disebut sumber pertama atau Asas Pertama Syara'.
2. Al Hadist
3. Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah wafat sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun hal-hal ibadah tidak bisa diijtihadkan. Beberapa macam ijtihad antara lain
- Ijma', kesepakatan para ulama
- Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
- Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat
- 'Urf, kebiasaan
III. MACAM-MACAM HUKUM SYARIAT ISLAM
Hukum Syari’at Islam terdiri dari lima macam, yaitu :
- Fardlu atau wajib merupakan sesuatu yang berkaitan dengan tuntutan yang harus dikerjakan. Fardlu atau wajib adalah seluruh perbuatan yang mendapatkan pujian bagi pelakunya, dan celaan bagi yang meninggalkannya. Atau, bagi orang yang meninggalkannya akan memperoleh sanksi/siksaan
- Haram merupakan sesuatu yang berkaitan dengan tuntutan yang harus ditinggalkan. Haram adalah perbuatan yang mendapatkan celaan bagi pelakunya, dan pujian bagi yang meninggalkannya. Dengan kata lain, orang yang melakukannya akan memperoleh sanksi/siksaan.
- Mandub merupakan sesuatu yang berkaitan dengan tuntutan yang tidak harus dikerjakan. Mandub adalah pujian bagi pelakunya, tetapi tidak mendapatkan celaan bagi yang meninggalkannya.
- Makruh merupakan sesuatu yang berkaitan dengan tuntutan yang tidak mengharuskan meninggalkannya. Makruh adalah pujian bagi yang meninggalkannya, atau meninggalkannya lebih utama dari pada melakukannya.
- Mubah, adalah apa yang dituju oleh dalil sam’i (wahyu) terhadap seruan Syari’ yang di dalamnya terdapat pilihan, antara melakukan atau meninggalkannya
IV. AYAT-AYAT YANG TERKAIT DALAM SYARIAT
- Pertama, dalam al-Maidah ayat 3, Allah telah menyatakan, "Pada hari ini, telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu."
QS Al Maidah Ayat 3
hurrimat 'alaykumu almaytatu waalddamu walahmu alkhinziiri wamaa uhilla lighayri allaahi bihi waalmunkhaniqatu waalmawquudzatu waalmutaraddiyatu waalnnathiihatu wamaa akala alssabu'u illaa maa tsakkaytum wamaa dzubiha 'alaa alnnushubi wa-an tastaqsimuu bial-azlaami dzaalikum fisqun alyawma ya-isa alladziina kafaruu min diinikum falaa takhsyawhum waikhsyawni alyawma akmaltu lakum diinakum wa-atmamtu 'alaykum ni'matii waradhiitu lakumu al-islaama diinan famani idthurra fii makhmashatin ghayra mutajaanifin li-itsmin fa-inna allaaha ghafuurun rahiimun
[5:3] Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah394, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya395, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah396, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini397 orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa398 karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
- Kedua, klaim kesempurnaan syariat Islam juga didasarkan pada al-Nahl ayat 89, "Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu."
QS Al NAhl ayat 89
wayawma nab'atsu fii kulli ummatin syahiidan 'alayhim min anfusihim waji/naa bika syahiidan 'alaa haaulaa-i wanazzalnaa 'alayka alkitaaba tibyaanan likulli syay-in wahudan warahmatan wabusyraa lilmuslimiina
[16:89] (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
- Ketiga, dalam al-An’am ayat 38 disebutkan, "Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab."
QS Al Anam Ayat 58
qul law anna 'indii maa tasta'jiluuna bihi laqudhiya al-amru baynii wabaynakum waallaahu a'lamu bialzhzhaalimiina
[6:58] Katakanlah: "Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada antara aku dan kamu480. Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim.
V. INDAHNYA SYARIAT ISLAM
- Syariat Islam yang mulia ini telah diturunkan oleh Robb kita sesuai dengan fitrah manusia.
- Tidak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang tidak dapat menjalankan syariat Islam.
- - Di antara bukti bahwa indahnya syariat Islam adalah bahwa tidak adanya bahaya dalam syariat Islam dan Islam mengatur para pemeluknya untuk tidak menimbulkan bahaya pada orang lain.
- Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Tidak ada bahaya (Dhororo) dalam syariat Islam dan tidak menimbulkan bahaya (Dhirooro).” (HR. Ibnu Majah, Daruquthni, Malik dan Hakim, Shohih)
- Di antara makna Adh Dhoror yang disebutkan oleh para ulama adalah bahaya, sehingga hadits tersebut bermakna tidak ada bahaya dalam syariat Islam.
- Hal ini dapat dibuktikan misalnya pada seseorang yang tidak mampu untuk sholat dengan berdiri, maka dia diperbolehkan untuk sholat dengan duduk. Atau seorang yang tidak mampu menggunakan air untuk berwudhu karena sakit, maka dia boleh bertayamum dengan tanah sehingga tidak mengakibatkan mudhorot pada dirinya.
- Sedangkan makna Adh Dhiroor adalah menimpakan bahaya pada orang lain. Sehingga hadits ini bermakna larangan bagi setiap kaum muslimin untuk menimpakan bahaya pada orang lain.
Apa Contohnya ?
Hadits yang sangat agung ini merupakan salah satu kaidah emas dalam agama Islam. –
- Berdasarkan hadits ini, kita dapat menyatakan terlarangnya merokok karena hal tersebut dapat membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain dengan asap rokok yang dihirup oleh yang lainnya.
- Berdasarkan hadits ini pula maka terlarang bagi seseorang untuk menggunakan barang atau benda-benda miliknya yang akan mengganggu tetangganya.
- Contohnya membakar sampah dalam jumlah banyak saat angin sedang bertiup kencang di pemukiman yang padat. Hal tersebut terlarang karena dapat mendatangkan mudhorot bagi tetangga di sekitarnya.
- Contoh lainnya, menghidupkan radio di malam hari dengan suara yang keras sampai mengganggu tetangga, maka hal ini pun terlarang dalam syariat Islam karena akan mendatangkan mudhorot bagi tetangganya yang mungkin sedang beristirahat.
- Demikian pula, berdasarkan hadits ini dapat kita nyatakan terlarangnya meletakkan sesuatu yang membahayakan seperti duri, paku, galian dan lain sebagainya di jalanan kaum muslimin maupun di tempat-tempat keramaian seperti pasar dan lain sebagainya.
- Maka bagaimana pula jika yang diletakkan adalah sebuah bom yang dapat meledak dan menewaskan sekian banyak kaum muslimin? laa haula wa laa quwwata illa billah.
Demikianlah syariat Islam yang indah ini, tidak ada bahaya yang ditimbulkan karena menjalankannya dan juga melarang pemeluknya untuk menimpakan bahaya pada orang lain.
Diharapkan beberapa contoh ini cukup untuk menggambarkan betapa indahnya syariat Islam. Keindahan ini menjadi semakin nyata ketika para pemeluknya benar-benar berpegang teguh dengannya serta konsekuen untuk mengamalkannya. Wallahu a’lam bishshowwab.
· Syariah berarti jalan besar
· Syariah dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam itu sendiri .
· Syariat Islam adalah ajaran Islam yang membicarakan amal manusia baik sebagai makluk ciptaan Allah maupun hamba Allah.
· Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah itu sendiri.
· Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban (masyarakat madani).
· Syariah meliputi 2 bagian utama :
1. Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah (vertikal). Tatacara dan syarat-rukunnya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa
2. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.
· Dalam menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan :
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunah serta menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yangjelas apa yang halal dan haram, maka :
- Tinggalkan yang subhat (meragukan)- Ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia, dan menghendaki kemudahan. Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai kemampuan
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah.
e. Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar
II. SUMBER HUKUM ISLAM
· Terkait dengan susunan tertib Syari'at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain.
QS Al Azhab Ayat 36
wamaa kaana limu/minin walaa mu/minatin idzaa qadaa allaahu warasuuluhu amran an yakuuna lahumu alkhiyaratu min amrihim waman ya'shi allaaha warasuulahu faqad dhalla dhalaalan mubiinaan
[33:36] Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
· Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu.
· Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
QS Al Maidah Ayat 101
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa tas-aluu 'an asyyaa-a in tubda lakum tasu/kum wa-in tas-aluu 'anhaa hiina yunazzalu alqur-aanu tubda lakum 'afaa allaahu 'anhaa waallaahu ghafuurun haliimun
[5:101] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah mema'afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
· Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu :
1. Asas Syara'
- Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits.
- Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara' dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara'.
- Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
- Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari'at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan.
- Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syari'at yang berlaku.
2. Furu' Syara'
- Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist.
- Kedudukannya sebagai Cabang Syari'at Islam.
- Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
- Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
Jadi secara garis besar, sumber hukum islam berdasarkan atas;
1. Al-Qur'an
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Sebagai sumber Ajaran Islam juga disebut sumber pertama atau Asas Pertama Syara'.
2. Al Hadist
3. Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah wafat sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun hal-hal ibadah tidak bisa diijtihadkan. Beberapa macam ijtihad antara lain
- Ijma', kesepakatan para ulama
- Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
- Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat
- 'Urf, kebiasaan
III. MACAM-MACAM HUKUM SYARIAT ISLAM
Hukum Syari’at Islam terdiri dari lima macam, yaitu :
- Fardlu atau wajib merupakan sesuatu yang berkaitan dengan tuntutan yang harus dikerjakan. Fardlu atau wajib adalah seluruh perbuatan yang mendapatkan pujian bagi pelakunya, dan celaan bagi yang meninggalkannya. Atau, bagi orang yang meninggalkannya akan memperoleh sanksi/siksaan
- Haram merupakan sesuatu yang berkaitan dengan tuntutan yang harus ditinggalkan. Haram adalah perbuatan yang mendapatkan celaan bagi pelakunya, dan pujian bagi yang meninggalkannya. Dengan kata lain, orang yang melakukannya akan memperoleh sanksi/siksaan.
- Mandub merupakan sesuatu yang berkaitan dengan tuntutan yang tidak harus dikerjakan. Mandub adalah pujian bagi pelakunya, tetapi tidak mendapatkan celaan bagi yang meninggalkannya.
- Makruh merupakan sesuatu yang berkaitan dengan tuntutan yang tidak mengharuskan meninggalkannya. Makruh adalah pujian bagi yang meninggalkannya, atau meninggalkannya lebih utama dari pada melakukannya.
- Mubah, adalah apa yang dituju oleh dalil sam’i (wahyu) terhadap seruan Syari’ yang di dalamnya terdapat pilihan, antara melakukan atau meninggalkannya
IV. AYAT-AYAT YANG TERKAIT DALAM SYARIAT
- Pertama, dalam al-Maidah ayat 3, Allah telah menyatakan, "Pada hari ini, telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu."
QS Al Maidah Ayat 3
hurrimat 'alaykumu almaytatu waalddamu walahmu alkhinziiri wamaa uhilla lighayri allaahi bihi waalmunkhaniqatu waalmawquudzatu waalmutaraddiyatu waalnnathiihatu wamaa akala alssabu'u illaa maa tsakkaytum wamaa dzubiha 'alaa alnnushubi wa-an tastaqsimuu bial-azlaami dzaalikum fisqun alyawma ya-isa alladziina kafaruu min diinikum falaa takhsyawhum waikhsyawni alyawma akmaltu lakum diinakum wa-atmamtu 'alaykum ni'matii waradhiitu lakumu al-islaama diinan famani idthurra fii makhmashatin ghayra mutajaanifin li-itsmin fa-inna allaaha ghafuurun rahiimun
[5:3] Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah394, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya395, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah396, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini397 orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa398 karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
- Kedua, klaim kesempurnaan syariat Islam juga didasarkan pada al-Nahl ayat 89, "Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu."
QS Al NAhl ayat 89
wayawma nab'atsu fii kulli ummatin syahiidan 'alayhim min anfusihim waji/naa bika syahiidan 'alaa haaulaa-i wanazzalnaa 'alayka alkitaaba tibyaanan likulli syay-in wahudan warahmatan wabusyraa lilmuslimiina
[16:89] (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
- Ketiga, dalam al-An’am ayat 38 disebutkan, "Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab."
QS Al Anam Ayat 58
qul law anna 'indii maa tasta'jiluuna bihi laqudhiya al-amru baynii wabaynakum waallaahu a'lamu bialzhzhaalimiina
[6:58] Katakanlah: "Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada antara aku dan kamu480. Dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim.
V. INDAHNYA SYARIAT ISLAM
- Syariat Islam yang mulia ini telah diturunkan oleh Robb kita sesuai dengan fitrah manusia.
- Tidak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang tidak dapat menjalankan syariat Islam.
- - Di antara bukti bahwa indahnya syariat Islam adalah bahwa tidak adanya bahaya dalam syariat Islam dan Islam mengatur para pemeluknya untuk tidak menimbulkan bahaya pada orang lain.
- Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Tidak ada bahaya (Dhororo) dalam syariat Islam dan tidak menimbulkan bahaya (Dhirooro).” (HR. Ibnu Majah, Daruquthni, Malik dan Hakim, Shohih)
- Di antara makna Adh Dhoror yang disebutkan oleh para ulama adalah bahaya, sehingga hadits tersebut bermakna tidak ada bahaya dalam syariat Islam.
- Hal ini dapat dibuktikan misalnya pada seseorang yang tidak mampu untuk sholat dengan berdiri, maka dia diperbolehkan untuk sholat dengan duduk. Atau seorang yang tidak mampu menggunakan air untuk berwudhu karena sakit, maka dia boleh bertayamum dengan tanah sehingga tidak mengakibatkan mudhorot pada dirinya.
- Sedangkan makna Adh Dhiroor adalah menimpakan bahaya pada orang lain. Sehingga hadits ini bermakna larangan bagi setiap kaum muslimin untuk menimpakan bahaya pada orang lain.
Apa Contohnya ?
Hadits yang sangat agung ini merupakan salah satu kaidah emas dalam agama Islam. –
- Berdasarkan hadits ini, kita dapat menyatakan terlarangnya merokok karena hal tersebut dapat membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain dengan asap rokok yang dihirup oleh yang lainnya.
- Berdasarkan hadits ini pula maka terlarang bagi seseorang untuk menggunakan barang atau benda-benda miliknya yang akan mengganggu tetangganya.
- Contohnya membakar sampah dalam jumlah banyak saat angin sedang bertiup kencang di pemukiman yang padat. Hal tersebut terlarang karena dapat mendatangkan mudhorot bagi tetangga di sekitarnya.
- Contoh lainnya, menghidupkan radio di malam hari dengan suara yang keras sampai mengganggu tetangga, maka hal ini pun terlarang dalam syariat Islam karena akan mendatangkan mudhorot bagi tetangganya yang mungkin sedang beristirahat.
- Demikian pula, berdasarkan hadits ini dapat kita nyatakan terlarangnya meletakkan sesuatu yang membahayakan seperti duri, paku, galian dan lain sebagainya di jalanan kaum muslimin maupun di tempat-tempat keramaian seperti pasar dan lain sebagainya.
- Maka bagaimana pula jika yang diletakkan adalah sebuah bom yang dapat meledak dan menewaskan sekian banyak kaum muslimin? laa haula wa laa quwwata illa billah.
Demikianlah syariat Islam yang indah ini, tidak ada bahaya yang ditimbulkan karena menjalankannya dan juga melarang pemeluknya untuk menimpakan bahaya pada orang lain.
Diharapkan beberapa contoh ini cukup untuk menggambarkan betapa indahnya syariat Islam. Keindahan ini menjadi semakin nyata ketika para pemeluknya benar-benar berpegang teguh dengannya serta konsekuen untuk mengamalkannya. Wallahu a’lam bishshowwab.
Makalah Akidah
I. PENGERTIAN
Akidah secara bahasa artinya ikatan.
Sedangkan secara istilah akidah artinya keyakinan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu yang didasari nurani dan pikiran.
Dalam pengertian agama maka pengertian akidah adalah kandungan rukun iman, yaitu:
- Beriman dengan Allah
- Beriman dengan para malaikat
- Beriman dengan kitab-kitab-Nya
- Beriman dengan para Rasul-Nya
- Beriman dengan hari akhir
- Beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk
Dasar-dasar ini telah ditunjukkan oleh Kitabullah dan sunnah rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Allah berfirman dalam kitab suci-Nya.An Nisa 136
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu aaminuu biallaahi warasuulihi waalkitaabi alladzii nazzala 'alaa rasuulihi waalkitaabi alladzii anzala min qablu waman yakfur biallaahi wamalaa-ikatihi wakutubihi warusulihi waalyawmi al-aakhiri faqad dhalla dhalaalan ba'iidaan
[4:136] Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
Dalam soal takdir, Allah berfirman."Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran, dan perintah Kami hanyalah sesuatu menurut ukuran, dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata." [Al-Qomar: 49-50]Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda dalam sunnahnya sebagai jawaban terhadap malaikat Jibril ketika bertanya tentang iman:"Iman adalah engkau mengimani Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kemudian, dan mengimani takdir yang baik dan yang buruk." [Hadits Riwayat Muslim][Disalin dari kitab Syarhu Ushulil Iman, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Edisi Indonesia: Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan. Penerjemah: Ali Makhtum Assalamy. Penerbit: KSA -Foreigners Guidance Center In Gassim Zone, halaman: 17-18]
II. SUMBER AQIDAH ISLAM
Aqidah adalah sesuatu yang harus berdasarkan wahyu, oleh sebab itu sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an Al-karim dan sunnah Nabi saw yang shahih sesuai dengan apa yang difahami oleh para sahabat Nabi saw, karena mereka telah diridhai oleh Allah ta’ala.
III. KEDUDUKAN & PERAN AQIDAH DALAM ISLAM
1. Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya amalan.
Al Kahfi ayat 110
qul innamaa anaa basyarun mitslukum yuuhaa ilayya annamaa ilaahukum ilaahun waahidun faman kaana yarjuu liqaa-a rabbihi falya'mal 'amalan shaalihan walaa yusyrik bi'ibaadati rabbihi ahadaan
[18:110] Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Allah ta’ala juga berfirman…
QS Az Zumar : 65
walaqad uuhiya ilayka wa-ilaa alladziina min qablika la-in asyrakta layahbathanna 'amaluka walatakuunanna mina alkhaasiriina
[39:65] Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.
- Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima apabila tercampuri dengan kesyirikan.
- Oleh sebab itulah para Rasul sangat memperhatikan perbaikan akidah sebagai prioritas pertama dakwah mereka.
- Inilah dakwah pertama yang diserukan oleh para Rasul kepada kaum mereka; menyembah kepada Allah saja dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya.
- Hal ini telah diberitakan oleh Allah di dalam firman-Nya:
QS An Nahl : 36
walaqad ba'atsnaa fii kulli ummatin rasuulan ani u'buduu allaaha waijtanibuu alththaaghuuta faminhum man hadaa allaahu waminhum man haqqat 'alayhi aldhdhalaalatu fasiiruu fii al-ardhi faunzhuruu kayfa kaana 'aaqibatu almukadzdzibiina
[16:36] Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut826 itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya827. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
2. Aqidah merupakan akhir kewajiban seseorang sebelum meninggalkan dunia yang fana ini.
3. Aqidah yang benar telah mampu menciptakan generasi terbaik dalam sejarah umat manusia, yaitu generasi sahabat dan dua generasi sesudah mereka.
IV. DEFENISI QADHA DAN QADAR
PERTAMA : QADARQadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran).
Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.”
Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’ (kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara.Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar.
Qadar, menurut istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya.
Atau: Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-apa yang terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan ketentuan para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman azali. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa semua itu akan terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan dengan sifat-sifat ter-tentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa yang telah ditentukan-Nya.
Atau: Ilmu Allah, catatan (takdir)-Nya terhadap segala sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tersebut.
KEDUA : QADHA’Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan.Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, memisahkan, menen-tukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyele-saikannya. Maknanya adalah mencipta.
Kaitan Antara Qadha’ dan Qadar1. Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Maka Dia menjadikannya tujuh langit… .” [Fushshilat: 12]
Yakni, menciptakan semua itu.
Qadha’ dan qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut.
2. Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha’ ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya.
Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.’”
3. Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan dalam dua pendapat sebelumnya. Jika keduanya terpisah, maka keduanya berhimpun, di mana jika salah satu dari kedunya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di dalam (pengertian)nya.
[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag. Penerbit Pustaka Ibntu Katsir]__________
V. PEMBAGIAN AQIDAH TAUHID
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
Tauhid Al-Uluhiyyah,mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
Tauhid Ar-Rububiyyah,mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Tauhid Al-Asma' was-Sifat,mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.[4]
VI. SEBAB – SEBAB PENYIMPANGAN AQIDAH
Kita harus mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari akidah yang benar. Di antara penyebab itu adalah:
1. Bodoh terhadap prinsip-prinsip akidah yang benar.
2. Ta’ashshub (fanatik) kepada nenek moyang dan tetap mempertahankannya meskipun hal itu termasuk kebatilan.
3. Taklid buta (mengikuti tanpa landasan dalil).
4. Berlebih-lebihan dalam menghormati para wali dan orang-orang saleh.
5. Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun qur’aniyah.
6. Kebanyakan rumah tangga telah kehilangan bimbingan agama yang benar. Padahal peranan orang tua sebagai pembina putra-putrinya sangatlah besar. Hal ini sebagaimana telah digariskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari).
Kesimpulan:
Dari uraian diatas berserta dalil-dalilnya yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wasallam, kita mengetahui betapa pentingnya Aqidah yang benar dalam membentuk manusia baik secara individu maupun sebagai komunitas.
Wallahu ta’ala a’alam
Akidah secara bahasa artinya ikatan.
Sedangkan secara istilah akidah artinya keyakinan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu yang didasari nurani dan pikiran.
Dalam pengertian agama maka pengertian akidah adalah kandungan rukun iman, yaitu:
- Beriman dengan Allah
- Beriman dengan para malaikat
- Beriman dengan kitab-kitab-Nya
- Beriman dengan para Rasul-Nya
- Beriman dengan hari akhir
- Beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk
Dasar-dasar ini telah ditunjukkan oleh Kitabullah dan sunnah rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Allah berfirman dalam kitab suci-Nya.An Nisa 136
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu aaminuu biallaahi warasuulihi waalkitaabi alladzii nazzala 'alaa rasuulihi waalkitaabi alladzii anzala min qablu waman yakfur biallaahi wamalaa-ikatihi wakutubihi warusulihi waalyawmi al-aakhiri faqad dhalla dhalaalan ba'iidaan
[4:136] Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
Dalam soal takdir, Allah berfirman."Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran, dan perintah Kami hanyalah sesuatu menurut ukuran, dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata." [Al-Qomar: 49-50]Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda dalam sunnahnya sebagai jawaban terhadap malaikat Jibril ketika bertanya tentang iman:"Iman adalah engkau mengimani Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kemudian, dan mengimani takdir yang baik dan yang buruk." [Hadits Riwayat Muslim][Disalin dari kitab Syarhu Ushulil Iman, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Edisi Indonesia: Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan. Penerjemah: Ali Makhtum Assalamy. Penerbit: KSA -Foreigners Guidance Center In Gassim Zone, halaman: 17-18]
II. SUMBER AQIDAH ISLAM
Aqidah adalah sesuatu yang harus berdasarkan wahyu, oleh sebab itu sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an Al-karim dan sunnah Nabi saw yang shahih sesuai dengan apa yang difahami oleh para sahabat Nabi saw, karena mereka telah diridhai oleh Allah ta’ala.
III. KEDUDUKAN & PERAN AQIDAH DALAM ISLAM
1. Akidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya amalan.
Al Kahfi ayat 110
qul innamaa anaa basyarun mitslukum yuuhaa ilayya annamaa ilaahukum ilaahun waahidun faman kaana yarjuu liqaa-a rabbihi falya'mal 'amalan shaalihan walaa yusyrik bi'ibaadati rabbihi ahadaan
[18:110] Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Allah ta’ala juga berfirman…
QS Az Zumar : 65
walaqad uuhiya ilayka wa-ilaa alladziina min qablika la-in asyrakta layahbathanna 'amaluka walatakuunanna mina alkhaasiriina
[39:65] Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.
- Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima apabila tercampuri dengan kesyirikan.
- Oleh sebab itulah para Rasul sangat memperhatikan perbaikan akidah sebagai prioritas pertama dakwah mereka.
- Inilah dakwah pertama yang diserukan oleh para Rasul kepada kaum mereka; menyembah kepada Allah saja dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya.
- Hal ini telah diberitakan oleh Allah di dalam firman-Nya:
QS An Nahl : 36
walaqad ba'atsnaa fii kulli ummatin rasuulan ani u'buduu allaaha waijtanibuu alththaaghuuta faminhum man hadaa allaahu waminhum man haqqat 'alayhi aldhdhalaalatu fasiiruu fii al-ardhi faunzhuruu kayfa kaana 'aaqibatu almukadzdzibiina
[16:36] Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut826 itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya827. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
2. Aqidah merupakan akhir kewajiban seseorang sebelum meninggalkan dunia yang fana ini.
3. Aqidah yang benar telah mampu menciptakan generasi terbaik dalam sejarah umat manusia, yaitu generasi sahabat dan dua generasi sesudah mereka.
IV. DEFENISI QADHA DAN QADAR
PERTAMA : QADARQadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran).
Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.”
Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’ (kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara.Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar.
Qadar, menurut istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya.
Atau: Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-apa yang terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan ketentuan para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman azali. Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa semua itu akan terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan dengan sifat-sifat ter-tentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa yang telah ditentukan-Nya.
Atau: Ilmu Allah, catatan (takdir)-Nya terhadap segala sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tersebut.
KEDUA : QADHA’Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan.Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, memisahkan, menen-tukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyele-saikannya. Maknanya adalah mencipta.
Kaitan Antara Qadha’ dan Qadar1. Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Maka Dia menjadikannya tujuh langit… .” [Fushshilat: 12]
Yakni, menciptakan semua itu.
Qadha’ dan qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut.
2. Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha’ ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya.
Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.’”
3. Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan dalam dua pendapat sebelumnya. Jika keduanya terpisah, maka keduanya berhimpun, di mana jika salah satu dari kedunya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di dalam (pengertian)nya.
[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag. Penerbit Pustaka Ibntu Katsir]__________
V. PEMBAGIAN AQIDAH TAUHID
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
Tauhid Al-Uluhiyyah,mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
Tauhid Ar-Rububiyyah,mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Tauhid Al-Asma' was-Sifat,mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.[4]
VI. SEBAB – SEBAB PENYIMPANGAN AQIDAH
Kita harus mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari akidah yang benar. Di antara penyebab itu adalah:
1. Bodoh terhadap prinsip-prinsip akidah yang benar.
2. Ta’ashshub (fanatik) kepada nenek moyang dan tetap mempertahankannya meskipun hal itu termasuk kebatilan.
3. Taklid buta (mengikuti tanpa landasan dalil).
4. Berlebih-lebihan dalam menghormati para wali dan orang-orang saleh.
5. Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun qur’aniyah.
6. Kebanyakan rumah tangga telah kehilangan bimbingan agama yang benar. Padahal peranan orang tua sebagai pembina putra-putrinya sangatlah besar. Hal ini sebagaimana telah digariskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari).
Kesimpulan:
Dari uraian diatas berserta dalil-dalilnya yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wasallam, kita mengetahui betapa pentingnya Aqidah yang benar dalam membentuk manusia baik secara individu maupun sebagai komunitas.
Wallahu ta’ala a’alam
Langganan:
Postingan (Atom)